Selasa, 18 Desember 2012

Posted by Unknown On Selasa, Desember 18, 2012

A. DASAR TERBENTUKNYA TEORI SOSIO-KULTURAL

Ada 2 tokoh yang mendasari terbentuknya teori belajar sosio-kultural:
1.Piaget
Piaget berpendapat bahwa belajar ditentukan karena adanya karsa individu artinya pengetahuan berasal dari individu. Siswa berinteraksi dengan lingkungan sosial yaitu teman sebayanya dibanding orang-orang yang lebih dewasa. Penentu utama terjadinya belajar adalah individu yang bersangkutan (siswa) sedangkan lingkungan sosial menjadi faktor sekunder.
Keaktifan siswa menjadi penentu utama dan jaminan kesuksesan belajar, sedangkan penataan kondisi hanya sekedar memudahkan belajar. Perkembangan kognitif merupakan proses genetik yang diikuti adaptasi biologis dengan lingkungan sehingga terjadi ekuilibrasi. Untuk mencapai ekuilibrasi dibutuhkan proses adaptasi (asimilasi dan akomodasi).
Pendekatan kognitif dalam belajar dan pembelajaran yang ditokohi oleh Piaget yang kemudian berkembang dalam aliran kontruktivistik juga masih dirasakan kelemahannya. Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kotraproduktif dalam kegiatan pembelajaran, karena lebih mencerminkan idiologi individualisme dan gaya belajar sokratik yang lazim dikaitkan dengan budaya barat. pendekatan ini kurang sesuai denga tuntutan revolusi-sosiokultural yang berkembang akhir-akhir ini.

2.Vygotsky
Jalan pikiran seseorang dapat dimengerti dengan cara menelusuri asal usul tindakan sadarnya dari interaksi sosial (aktivitas dan bahasa yang digunakan) yang dilatari sejarah hidupnya. Peningkatan fungsi-fungsi mental bukan berasal dari individu itu sendiri melainkan berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya.
Kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai sosial budaya. Anak-anak memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi sehari-hari baik lingkungan sekolah maupun keluarganya secara aktif. Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif sesuai dengan teori sosiogenesis yaitu kesadaran berinteraksi dengan lingkungan dimensi sosial yang bersifat primer dan demensi individual bersifat derivatif atau turunan dan sekunder, sehingga teori belajar Vygotsky disebut dengan pendekatan Co-Konstruktivisme artinya perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan sosial yang aktif pula.
Menurut Vygotsky perkembangan kognisi seorang anak dapat terjadi melalui kolaborasi antar anggota dari satu generasi keluarga dengan yang lainnya. Perkembangan anak terjadi dalam budaya dan terus berkembang sepanjang hidupnya dengan berkolaborasi dengan yang lain. Dari perspektif ini para penganut aliran sosiokultural berpendapat bahwa sangatlah tidak mungkin menilai seseorang tanpa mempertimbangkan orang-orang penting di lingkungannya.
Banyak ahli psikologi perkembangan yang sepaham denga konsep yang diajukan Vygotsky. Teorinya yang menjelaskan tentang potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Ia menekankan bahwa proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran dengan orang–orang yang ada di lingkungan sosialnya. Selain itu ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut.
B. KONSEP TEORI SOSIO-KULTURAL
Ada 3 konsep penting dalam teori sosiogenesis Vygotsky tentang perkembangan kognitif sesuai dengan revolusi sosiokoltural dalam teori belajar dan pembelajaran yaitu genetic law of development, zona of proximal development dan mediasi.
a.Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)
Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran, yaitu interpsikologis atau intermental dan intrapsikologis atau intramental. Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Sedangkan fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut.
b.Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
Vygotsky membagi perkembangan proksimal (zone of proximal development) ke dalam dua tingkat:
(1) Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri (intramental).
(2) Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten (intermental).
Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal. Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada dalam proses pematangan.
c.Mediasi
Menurut Vygotsky, semua perbuatan atau proses psikologis yang khas manusiawi dimediasikan dengan psychologis tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa, tanda dan lambang, atau semiotika.
Ada dua jenis mediasi, yaitu:
(1) Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan self- regulation yang meliputi: self planning, self monitoring, self checking, dan self evaluating. Mediasi metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi.
(2) Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).
C. PENGARUH SOSIO-KULTURAL PADA PERKEMBANGAN KOGNISI
a.Pengaruh sosial pada perkembangan kognisi
Menurut Vygotsky, anak adalah seorang eksplorer yang mempunyai rasa ingin tahu tinggi, sangat aktif dalam pembelajaran, selalu ingin menemukan sendiri, dan mengembangkan pemahaman baru. Namun demikian Vygostky lebih menekankan pada kontribusi sosial dalam proses perkembangan dan tidak melihat peranan besar dalam penemuan sendiri. Perkembangan pertama dalam lingkup sosial muncul dalam individu sebagai kategori interpsikological dan kemudian pada anak sebagai kategori intrapsikologikal. Contohnya adalah voluntary attention (perhatian otomatis), logical memory (memori logis), pembentukan konsep, dan perkembangan kemampuan memilih.
Vygostky berpendapat bahwa, pembelajaran pada anak terjadi melalui interaksi sosial dengan tutor yang lebih berpengalaman, Tutor ini menjadi model dalam berperilaku atau menyediakan instruksi verbal untuk anak. Model inilah yang disebut dengan dialog kooperatif atau kolaboratif. Anak mencari pemahaman perilaku atau instruksi dari tutor, menginternalisasi informasi dan menggunakannya untuk memformulasikan perilaku mereka.
b.Pengaruh Budaya pada perkembangan kognisi
Vygotsky berpendapat bahwa perkembangan harus dilihat dari perspektif 4 tahap yang saling berhubungan dalam interaksi anak dengan lingkungan:
1) Perkembangan Ontogenic, adalah perkembangan individu sepanjang hayat, digunakan oleh hampir semua ahli psikologi dalam menganalisa perkembangan manusia.
2) Perkembangan Microgenic, mengacu pada perubahan yang terjadi pada waktu yang relatif singkat, misalnya perubahan yang dapat dilihat pada saat anak memecahkan masalah penjumlahan pada setiap minggunya selama 11 minggu (Siegler & Jenkins, 1989).
3) Perkembangan Phylogenic adalah perubahan yang berskala evolusi, diukur dalam ribuan dan bahkan jutaan tahun. Vygostsky sendiri berpendapat bahwa untuk pemahaman sejarah spesies dapat memberikan masukan pada perkembangan anak.
4) Perkembangan Sociohistorical, mengacu pada perubahan yang terjadi pada budaya, kepercayaan, norma, dan teknologi.
Disini Vygotsky menekankan bagaimana seseorang berkembang dalam lingkungan yang berubah. Dengan berfokus pada individu atau pun pada lingkungan tidak cukup untuk menjelaskan mengenai perkembangan seseorang. Untuk itu perkembangan sebaiknya dipelajari dari konteks sosial dan budaya.

D. APLIKASI TEORI SOSIO-KULTURAL
Aplikasi teori sosio-kultural dalam pendidikan. Penerapan teori sosio-kultural dalam pendidikan dapat terjadi pada 3 jenis pendidikan yaitu:
a.Pendidikan informal (keluarga)
Pendidikan anak dimulai dari lingkungan keluarga, dimana anak pertama kali melihat, memahami, mendapatkan pengetahuan, sikap dari lingkungan keluarganya. Oleh karena itu perkembangan prilaku masing-masing anak akan berbeda manakala berasal dari keluarga yang berbeda, karena faktor yang mempengaruhi perkembangan anak dalam keluarga beragam, misalnya: tingkat pendidikan orang tua, faktor ekonomi keluarga, keharmonisan dalam keluarga dan sebagainya.

b.Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal yang berbasis budaya banyak bermunculan untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku pada anak, misalnya kursus membatik. Pendidikan ini diberikan untuk membekali anak hal-hal tradisi yang berkembang di lingkungan sosial masyarakatnya.
c.Pendidikan formal
Aplikasi teori sosio-kultural pada pendidikan formal dapat dilihat dari beberapa segi antara lain:
1). Kurikulum.
Khususnya untuk pendidikan di Indonesia pemberlakuan kurikulum pendidikan sesuai Peraturan Menteri nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan KTSP, Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi, dan Peraturan Menteri nomor 22 tahun 2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar, jelas bahwa pendidikan di Indonesia memberikan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap kepada anak untuk mempelajari sosio-kultural masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional melalui beberapa mata pelajaran yang telah ditetapkan, di antaranya: pendidikan kewarganegaraan, pengetahuan sosial, muatan lokal, kesenian, dan olah raga.
2). Siswa
Dalam pembelajaran KTSP anak mengalami pembelajaran secara langsung ataupun melalui rekaman. Oleh sebab itu pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap bukan sesuatu yang verbal tetapi anak mengalami pembelajaran secara langsung. Selain itu pembelajaran memberikan kebebasan anak untuk berkembang sesuai bakat, minat, dan lingkungannya pencapaiannya sesuai standar kompetensi yang telah ditetapkan.
3). Guru
Guru bukanlah narasumber segala-galanya, tetapi dalam pembelajaran lebih berperanan sebagai fasilitator, mediator, motivator, evaluator, desainer pembelajaran dan tutor. Masih banyak peran yang lain, oleh karenanya dalam pembelajaran ini peran aktif siswa sangat diharapkan, sedangkan guru membantu perilaku siswa yang belum muncul secara mandiri dalam bentuk pengayaan, remedial pembelajaran.
E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI SOSIO-KULTURAL
Berdasarkan teori Vygotsky akan diperoleh beberapa keuntungan:
1.Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang;
2.Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada tingkat perkembangan aktualnya;
3.Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramental;
4.Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat dilakukan untuk tugas-tugas atau pemecahan masalah;
5.Proses belajar dan pembelajaran tidak bersifat transferal tetapi lebih merupakan kokonstruksi, yaitu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Kelemahan dari teori sosio-kultural yaitu terbatas pada perilaku yang tampak, proses-proses belajar yang kurang tampak seperti pembentukan konsep, belajar dari berbagai sumber belajar, pemecahan masalah dan kemampuan berpikir sukar diamati secara langsung oleh karena itu diteliti oleh para teoriwan perilaku.

0 komentar:

Posting Komentar