Senin, 31 Desember 2012

Posted by Unknown On Senin, Desember 31, 2012

A.    Idealisme Plato

Plato yang dahulunya merupakan murid dari Socrates, seorang ahli filsafat yang cukup terkenal di kalangan para filsuf mendasarkan pada keyakinan metafisik bahwa ada eksistensi dari “yang ada” (idea)  yang tidak berubah, tetap, dan bersifat umum-universal. Maka realitas ini bukannya menjadi melainkan yang ada (idea). Dengan berdasar pada kenyataan yang tidak berubah seperti itu, Plato menentang relativisme kaum sophis dan menolak persepsi indera. Dari sesuatu “yang ada” tadi kemudian lahirlah aliran filsafat yang disebut Plato sebagai paham Idealisme. Idealisme adalah sistem filsafat yang menekankan pentingnya keunggulan pikiran (mind), roh (soul) atau jiwa (spirit) dari pada hal-hal yang bersifat kebendaan atau material.


Pandangan-pandangan umum yang disepakati oleh para filsuf idealisme, yaitu:
1.      Jiwa (soul) manusia adalah unsur yang paling penting dalam hidup.
2.      Hakikat akhir alam semesta pada dasarnya adalah non material.
Aliran ini berpendapat bahwa kenyataan yang sesungguhnya bersifat spiritual atau ideasional dan beranggapan bahwa pengetahuan yang didapat melalui pancaindera belum mencapai kebenarannya. Kebenaran yang secara tetap sebenarnya secara tidak disadari telah hadir dalam pikiran mereka. Anggapan tersebut berakibat bahwa setiap manusia mempunyai jiwa yang hadir lebih dahulu sebelum kelahiran raganya yang hidup dalam dunia spiritual dari bentuk sempurna (ide-ide). Dunia hanya merupakan tiruan belaka, sifatnya maya (bayangan), yang menyimpang dari kenyataan sebenarnya. Seringkali orang tertipu oleh kesaksian indera yang dimilikinya. Sedangkan pengetahuan yang didapat dari akal budi justru dianggap sebagai pengetahuan sejati yang benar. Jadi, dunia pengalaman (alat indera) disebut sebagai dunia semu atau dunia bayang-bayang, sedangkan dunia idea (akal budi) disebut sebagai dunia asli, dunia yang sesungguhnya. Oleh karenanya aliran ini disebut aliran idealisme karena pengetahuan semata-mata hanya bersumber dari akal budi manusia.
Plato percaya bahwa ada dua dunia di alam yang kita huni ini. Pertama, dunia spiritual atau dunia mental yang bersifat abadi, permanen, berurutan, teratur, dan universal. Di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang nampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki. Kedua, dunia penampakan yaitu dunia pengalaman melalui penglihatan, sentuhan, bau, rasa, dan suara yang sifatnya berubah, tidak sempurna, dan tidak teratur. Apa yang dialami kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang mati demikian seterusnya. Pembagian ini berdasar pada hakekat dualitas manusia, yaitu Jiwa dan Raga. Keberadaan idea tidak nampak dalam wujud lahiriah tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea sebab posisinya tidak menetap sedangkan yang sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya idea digambarkan dengan dunia yang tidak terbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
B.     Epistemologi Idealisme
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas tentang hakikat pengetahuan. Suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolok ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan manusia. Sedangkan Idealisme adalah suatu konsep yang diyakini oleh seseorang, yang mengatakan bahwa segala sesuatunya harus berjalan dengan ideal. Ideal di sini subjektif dipandang dari sisi orang yang bersangkutan.
Pada dasarnya, manusia ingin menggapai suatu hakikat dan berupaya mengetahui sesuatu yang tidak diketahuinya. Manusia sangat memahami dan menyadari bahwa: (1) Hakikat itu ada dan nyata; (2) Kita bisa mengajukan pertanyaan tentang hakikat itu; (3) Hakikat itu bisa dicapai, diketahui, dan dipahami; (4) Manusia bisa memiliki ilmu, pengetahuan, dan makrifat atas hakikat itu. Akal dan pikiran manusia bisa menjawab persoalan-persoalan yang dihadapinya, dan jalan menuju ilmu dan pengetahuan tidak tertutup bagi manusia.
Menurut filsuf idealisme, proses mengetahui terjadi dalam pikiran, manusia memperoleh pengetahuan melalui berfikir dan intuisi (gerak hati). Pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat kembali (semua pengetahuan adalah sesuatu yang diingat kembali) ide-ide laten yang telah dibentuk dan telah hadir dalam pikiran. Dengan ingatannya, pikiran manusia dapat menemukan ide-ide dari Pikiran Makrokosmos dalam pikiran masing-masing orang. Karena logika yang menjadi dasar metafisik dan dasar epistemologi kaum idealis adalah bahwa ada hubungan “yang keseluruhan” dengan “yang bagian”. Kebenaran hadir di dalam dan bersama Makrokosmos atau “yang mutlak” dalam sebuah tatanan atau pola yang logis, sistematik dan terhubung. Masing-masing proposisi dihubungkan kepada sesuatu yang lebih besar dan lebih komprehensif proposisinya. Ketika “yang keseluruhan” memasukkan “yang bagian”, maka bagian-bagian itu harus konsisten dengan keseluruhan.
Jadi dapat kita simpulkan, bahwa epistemologi dan idealisme memang berhubungan. Saling keterkaitan epistemologi dan idealisme dapat disimpulkan bahwa epistemologi idealisme adalah suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolok ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan manusia yang berjalan dengan ideal.
C.    Implikasi Idealisme terhadap Pendidikan
Menurut para filsuf idealisme, pendidikan bertujuan untuk membantu perkembangan pikiran dan diri pribadi (self) siswa. Mengingat bakat manusia berbeda-beda maka pendidikan yang diberikan kepada setiap orang harus sesuai dengan bakatnya masing-masing. Sebagai proses intelektual yang tinggi, belajar adalah memanggil kembali dan bekerja dengan ide-ide. Oleh karena kenyataan itu bersifat mental, pendidikan juga berkaitan dengan konsep atau ide-ide. Orang-orang yang terdidik adalah mereka yang secara sistematik sampai pada kesadaran sebagai bagian dari keseluruhan semesta.
Kaum idealis mendukung kurikulum berdasarkan bidang studi yang di dalamnya berbagai ide atau konsep tersusun dan berhubungan satu sama lain. Di sisi lain idealisme Plato banyak memberikan pengaruh dan sumbangan ke dalam dunia pendidikan. Di mana Plato mendasari bahwa pendidikan itu kaitannya sangat perlu, baik bagi dirinya selaku individu maupun warga negara, dan ditambahkannya bahwa pelaksanaan pendidikan harus mengenyam pendidikan, demikian halnya bahwa setiap peserta didik harus diberikan kebebasan untuk mengikuti ilmu yang ada sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing dengan menurut jenjang usianya. Pendidikan itu sendiri akan memberikan dampak dan perubahan bagi kehidupan pribadinya dan pada gilirannya akan bisa mengabdi pada bangsa dan negaranya untuk masa depan bangsanya.
Bagi Plato, pendidikan itu adalah suatu bangsa dengan tugas yang harus dilaksanakan untuk kepentingan negara dan perorangan. Menurut Plato di dalam negara idealnya pendidikan memperoleh tempat yang paling utama dan mendapat perhatian yang paling khusus bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah tugas dan panggilan yang sangat mulia yang diselenggarakan oleh negara. Pendidikan itu sebenarnya merupakan suatu tindakan pembebasan dari belenggu ketidaktahuan dan kebenaran. Dengan pendidikan orang-orang akan mengetahui apa yang benar dan apa yang tidak benar. Dengan pendidikan pula, orang-orang akan mengenal apa yang baik dan apa yang tidak baik, dan juga akan menyadari apa patut dan apa yang tidak patut, dan yang paling dominan dari semua itu adalah bahwa pendidikan mereka akan lahir kembali (they shall be born again).
            Dengan demikian jelaslah pula bahwa peranan pendidikan yang paling utama bagi manusia adalah membebaskan dan memperbaharui. Pembebasan dan pembaharuan itu akan membentuk manusia utuh, yakni manusia yang berhasil menggapai segala keutamaan dan moralitas jiwa mengantarkannya ke idea yang tinggi yaitu kebajikan, kebaikan, dan keadilan.


BAB III
PENUTUP

            Dari pembahasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas tentang hakikat pengetahuan. Suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolok ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan manusia. Sedangkan Idealisme adalah suatu konsep yang diyakini oleh seseorang, yang mengatakan bahwa segala sesuatunya harus berjalan dengan ideal. Ideal di sini subjektif dipandang dari sisi orang yang bersangkutan.
 Idealisme Plato berpendapat bahwa kenyataan yang sesungguhnya bersifat spiritual atau ideasional dan beranggapan bahwa pengetahuan yang didapat melalui pancaindera belum mencapai kebenarannya. Kebenaran yang secara tetap sebenarnya secara tidak disadari telah hadir dalam pikiran mereka. Jadi, dunia pengalaman (alat indera) disebut sebagai dunia semu atau dunia bayang-bayang, sedangkan dunia idea (akal budi) disebut sebagai dunia asli, dunia yang sesungguhnya. Oleh karenanya aliran ini disebut aliran idealisme karena pengetahuan semata-mata hanya bersumber dari akal budi manusia.
Idealisme Plato banyak memberikan pengaruh dan sumbangan ke dalam dunia pendidikan. Di mana Plato mendasari bahwa pendidikan itu kaitannya sangat perlu, baik bagi dirinya selaku individu maupun warga negara, dan ditambahkannya bahwa pelaksanaan pendidikan harus mengenyam pendidikan, demikian halnya bahwa setiap peserta didik harus diberikan kebebasan untuk mengikuti ilmu yang ada sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing dengan menurut jenjang usianya. Pendidikan itu sendiri akan memberikan dampak dan perubahan bagi kehidupan pribadinya dan pada gilirannya akan bisa mengabdi pada bangsa dan negaranya untuk masa depan bangsanya.

0 komentar:

Posting Komentar