- Profil John Locke
John
Locke adalah filosof yang berasal dari Inggris. Beliau dilahirkan di
Wrington Somerst pada tanggal 29 Agustus 1632. Locke belajar di
Westminster School selama lima tahun yaitu pada tahun 1647-1652 Pada
tahun itu juga hingga tahun 1656 ia melanjutkan studinya di Christ
Church, Oxford untuk mempelajari agama dan mendapat gelar B.A.
disana. Kemudian ia melanjutkan studinya lagi untuk mendapatkan gelar
M.A.
Tahun
1664 Locke diangkat sebagai pejabat penyensor buku-buku filsafat
moral. Ia juga belajar ilmu kedokteran dan mahir dalam bidang ini.
Pada tahun 1665 bersama Sir Walter Vane ia mengikuti sebuah misi
diplomatik ke Elector Of Brandenburg tetapi kemudian ia menolak
tawaran kerja diplomat dan kembali ke Oxford. Di sana ia
mengonsentrasikan seluruh perhatiannya pada filsafat dan menemukan
minat yang sama pada Earl of Shaftesbury yang mengundang Locke untuk
tinggal di London house-nya. Di sana Locke mengembangkan ilmu politik
dan filsafat sekaligus menjadi dokter pribadi bangsawan Earl of
Shaftesbury. Pada tahun 1683 Shaftesbury terancam akan
di-impeacchment karena telah melakukan pengkhianatan. Pada saat itu
juga Locke lari ke Belanda dan di sana ia menulis esai yang berjudul
An Essay Concerning Human Understanding yang diterbitkan pada tahun
1690. Setelah revolusi tahun 1688, Locke kembali ke Inggris untuk
mengiringi raja Orange yang akan menjadi Queen Mary.
Setelah
tahun 1690, kesehatan Locke menurun, tetapi beliau masih terus
menulis dan melaksanakan tugas-tugasnya. Selama tiga belas tahun
terakhir, ia tinggal di Oates dan ia meninggal di sana pada tanggal
28 Oktober 1704.
Karya-karya
John Locke, antara lain:
1.
A letter Concerning Toleration (Karangan-karangan tentang toleransi)
pada tahun 1689.
2.
An Essay Concerning Human Understanding ( Karangan tentang pengertian
manusiawi) pada tahun 1690.
3.
Two Treatises of Government (Dua karangan tentang pemerintahan) pada
tahun 1690.
- Pengertian Empirisme
Kata
empirisme berasal dari bahasa Yunani emperia yang berarti pengalaman.
Jadi empirisme merupakan sebuah paham yang menganggap bahwa
pengalaman adalah sumber pengetahuan. Empirisme juga berarti sebuah
paham yang menganggap bahwa pengalaman manusia didapat dari
pengalaman-pengalaman yang nyata dan faktual. Pengalaman yang nyata
tersebut didapatkan dari tangkapan pancaindra manusia. Sehingga
pengetahuan yang didapat melalui pengalaman merupakan sebuah kumpulan
fakta-fakta.
Doktrin
empirisme tersebut adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme
berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak
diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari
panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung.
Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan
pengalaman manusia.
Ajaran-ajaran
pokok dari empirisme, yaitu:
1.
Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang
dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami.
2.
Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan
akal atau rasio.
3.
Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
4.
Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara
tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran
definisional logika dan matematika).
5.
Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang
realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca
indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang
di peroleh dari pengalaman.
6.
Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman
sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.
- Aliran Empirisme John Locke
Aliran
Empirisme muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila
rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut
empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui
panca indera.
John
Locke, sebagai tokoh paling awal dalam urutan empirisme Inggris,
merupakan sosok yang paling konservatif Ia merasa menerima keraguan
sementara yang diajarkan oleh Descartes sehingga ia menolak anggapan
Descartes yang menyatakan keunggulan dari “yang dipahami” adalah
“yang dirasa”. Ia hanya menerima pemikiran matematis yang pasti
dan penarikan dengan cara metode induksi.
Secara
menarik Locke membandingkan budi manusia pada saat lahir dengan
tabula rasa, yaitu sebuah papan kosong yang belum tertulis apapun,
yang artinya segala sesuatu yang ada dalam pikiran berasal dari
pengalaman inderawi, tidak dari akal budi. Otak itu seperti sehelai
kertas yang masih putih dan baru melalui pengelaman inderawi itu
sehelai kertas itu diisi. Dengan ini beliau tidak hanya mau
menyingkirkan gagasan mengenai “ide bawaan”, tetapi juga untuk
mempersiapkan penjelasan bagaimana arti disusun oleh kerja keras data
sensoris (indrawi). Locke mengatakan bahwa tidak ada ide yang
diturunkan, sehingga dia menolak innate idea atau ide bawaan. Menurut
Locke semua ide diperoleh dari pengalaman, dan terdiri atas dua
macam, yaitu:
1.
Ide ide Sensasi, yang diperoleh dari pancaindra seperti, melihat,
mendengar, dan lain-lain.
2.
Ide-ide Refleksi yang diperoleh dari berbagai kegiatan budi seperti
berpikir, percaya, dan sebagainya.
Jadi
menurut Locke, apa yang kita ketahui adalah “ide”.
Kebanyakan
orang mengatakan bahwa mereka sadar akan benda-benda. Tetapi menurut
Locke objek kesadaran adalah ide. Ide adalah “objek akal seawktu
seseorang berpikir, saya telah menggunakannya utnuk menyatakan apa
saja yang dimaksud dengan fantasnya, maksud species, atau apa saja
yang digunakan budi untuk berpikir….”(Sterling Lamperch 1928
dalam Hardono Hadi 1994).Locke juga mengatakan bahwa ide adalah
“objek langsung dari persepsi” (Sterling Lamperch 1928 dalam
Hardono Hadi 1994).
- Faktor-Faktor Filsafat John Locke Tentang Empirisisme
Salah
satu pemikiran Locke yang paling berpengaruh di dalam sejarah
filsafat adalah mengenai proses manusia mendapatkan pengetahuan. Ia
berupaya menjelaskan bagaimana proses manusia mendapatkan
pengetahuannya. Menurut Locke, seluruh pengetahuan bersumber dari
pengalaman manusia. Posisi ini adalah posisi empirisme yang menolak
pendapat kaum rasionalis
yang mengatakan sumber pengetahuan manusia yang terutama berasal dari
rasio atau pikiran manusia. Meskipun demikian, rasio atau pikiran
berperan juga di dalam proses manusia memperoleh pengetahuan. Dengan
demikian, Locke berpendapat bahwa sebelum seorang manusia mengalami
sesuatu, pikiran atau rasio manusia itu belum berfungsi atau masih
kosong. Situasi tersebut diibaratkan Locke seperti sebuah kertas
putih atau tabula
rasa
yang kemudian mendapatkan isinya dari pengalaman yang dijalani oleh
manusia itu.
Tabula
rasa adalah teori bahwa pikiran (manusia) ketika lahir berupa “kertas
kosong” tanpa aturan untuk memroses data,
dan data yang ditambahkan serta aturan untuk memrosesnya dibentuk
hanya oleh pengalaman alat inderanya. Pendapat ini merupakan inti
dari empirisme
Lockean. Anggapan Locke, tabula rasa berarti bahwa pikiran individu
“kosong” saat lahir, dan juga ditekankan tentang kebebasan
individu untuk mengisi jiwanya sendiri. Setiap individu bebas
mendefinisikan isi dari karakternya - namun identitas dasarnya
sebagai umat manusia tidak bisa ditukar. Dari asumsi tentang jiwa
yang bebas dan ditentukan sendiri serta dikombinasikan dengan kodrat
manusia inilah lahir doktrin Lockean tentang apa yang disebut alami.
Rasio manusia hanya berfungsi untuk mengolah pengalaman-pengalaman
manusia menjadi pengetahuan sehingga sumber utama pengetahuan menurut
Locke adalah pengalaman.
Lebih lanjut, Locke
menyatakan ada dua macam pengalaman manusia, yakni pengalaman
lahiriah (sense atau eksternal sensation) dan pengalaman batiniah
(internal sense atau reflection). Pengalaman lahiriah adalah
pengalaman yang menangkap aktivitas indrawi yaitu segala aktivitas
material yang berhubungan dengan panca indra manusia. Kemudian
pengalaman batiniah terjadi ketika manusia memiliki kesadaran
terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara ‘mengingat’,
‘menghendaki’, ‘meyakini’, dan sebagainya. Kedua bentuk
pengalaman manusia inilah yang akan membentuk pengetahuan melalui
proses selanjutnya.
Di
dalam proses terbentuknya pandangan-pandangan sederhana ini, rasio
atau pikiran manusia bersifat pasif atau belum berfungsi. Setelah
pandangan-pandangan sederhana ini tersedia, baru rasio atau pikiran
bekerja membentuk ‘pandangan-pandangan kompleks’ (complex ideas).
Rasio bekerja membentuk pandangan kompleks dengan cara membandingkan,
mengabstraksi, dan menghubung-hubungkan pandangan-pandangan sederhana
tersebut.
- Pemikiran Teori Empirisme Setelah John Locke
Menurut
George Berkeley, pengamatan terjadi bukan karena hubungan antara
subjek yang mengamati dan objek yang diamati. Pengamatan justru
terjadi karena hubungan pengamatan antara pengamatan indera yang satu
dengan pengamatan indera yang lain. Misalnya, jika seseorang
mengamati meja, hal itu dimungkinkan karena hubungan antara indera
pelihat dan indera peraba. Indera penglihatan hanya mampu menunjukkan
ada warna meja, sedangkan bentuk meja didapat dari indera peraba.
Kedua indera tersebut juga tidak menunjukkan jarak antara meja dengan
orang itu, sebab yang memungkinkan pengenalan jarak adalah indera
lain dan juga pengalaman. Dengan demikian, Berkeley mengatakan bahwa
pengenalan hanya mungkin terhadap sesuatu yang konkret.
Filsuf
empiris yang terakhir adalah David Hume. David Hume (26
April,
1711
- 25
Agustus,
1776)
adalah filsuf
Skotlandia,
ekonom,
dan sejarawan.
Dia dimasukan sebagai salah satu figur paling penting dalam filosofi
barat dan Pencerahan
Skotlandia.
Walaupun kebanyakan ketertarikan karya Hume berpusat pada tulisan
filosofi, sebagai sejarawanlah dia mendapat pengakuan dan
penghormatan. Karyanya The History of England merupakan karya dasar
dari sejarah Inggris untuk 60 atau 70 tahun sampai Karya
Macaulay.
Hume memulai
filsafat dengan menyatakan bahwa manusia mempunyai dua persepsi,
yaitu kesan dan gagasan. Kesan adalah pengindraan langsung atas
realitas lahiriah sedangkan gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan
semacam itu. Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman
tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression). Pemikiran ini
lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu pengetahuan
terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri
manusia (impression, atau kesan yang disistematiskan ) dan kemudian
menjadi pengetahuan. Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan
usaha analisis agar empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam
pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada pengamatan
(observasi ) dan uji coba (eksperimentasi), kemudian menimbulkan
kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan.
Hume mengajukan tiga
argumen untuk menganalisis sesuatu, pertama,
ada
ide tentang sebab akibat (kausalitas). Kedua,
karena
kita percaya kausalitas dan penerapannya secara universal, kita dapat
memperkirakan masa lalu dan masa depan kejadian. Ketiga,
dunia luar diri memang ada, yaitu dunia bebas dari pengalaman kita.
Dari tiga dasar kepercayaan Hume tersebut, ia sebenarnya mengambil
kausalitas sebagai pusat utama seluruh pemikirannya. Ia menolak
prinsip kausalitas universal dan menolak prinsip induksi dengan
memperlihatkan bahwa tidak ada yang dipertahankan. Jadi, Hume menolak
pengetahuan apriori, lalu ia juga menolak sebab-akibat, menolak pula
induksi yang berdasarkan pengalaman. Segala macam cara memperoleh
pengetahuan, semuanya ditolak. Inilah skeptis tingkat tinggi.
Sehingga Solomon menyebut Hume sebagai ultimate
skeptic. Dikarenakan
sifat skeptisnya yang berlebihan Hume juga tidak mengakui adanya
Tuhan.
DAFTAR
PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar