A. Pengertian
Paham Kritisisme
Kritisisme
adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dulu menyelidiki
kemampuan rasio dan batas-batasnya. Filsafat kritisisme adalah faham yang
mengkritik terhadap faham Rasionalisme dan faham Empirisme. Yang mana kedua
faham tersebut berlawanan, Adapun pengertian secara perinci adalah sebagai
berikut:
1.
Faham Rasionalisme
adalah paham yang menyatakan kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian,
logika, dan dan analisis yang berdasarkan fakta. Paham ini menjadi salah satu bagian
dari renaissance atau pencerahan dimana timbul perlawanan terhadap gereja yang
menyebar ajaran dengan dogma-dogma yang tidak bisa diterima oleh logika.
Filsafat Rasionalisme sangat menjunjung tinggi akal sebagai sumber dari segala
pembenaran. Segala sesuatu harus diukur dan dinilai berdasarkan logika yang
jelas. Titik tolak pandangan ini didasarkan kepada logika matematika. Pandangan
ini sangat popular pada abad 17. Tokoh-tokohnya adalah Rene Descartes
(1596-1650), Benedictus de Spinoza – biasa dikenal: Barukh Spinoza (1632-1677),
G.W. Leibniz (1646-1716), Blaise Pascal (1623-1662).
2.
Faham Empirisisme
adalah pencarian kebenaran melalui pembuktian-pembukitan indrawi. Kebenaran
belum dapat dikatakan kebenaran apabila tidak bisa dibuktikan secara indrawi,
yaitu dilihat, didengar dan dirasa. Francis Bacon (1561-1624) seorang filsuf
Empirisme pada awal abad Pencerahan menulis dalam salah satu karyanya Novum
Organum: Segala kebenaran hanya diperoleh secara induktif, yaitu melalui
pengalamn dan pikiran yang didasarkan atas empiris, dan melalui kesimpulan dari
hal yang khusus kepada hal yang umum. Empirisisme muncul sebagai akibat
ketidakpuasan terhadap superioritas akal. Paham ini bertolak belakang dengan
Rasionalisme yang mengutamakan akal. Tokoh-tokohnya adalah John Locke
(1632-1704); George Berkeley (1685-1753); David Hume (1711-1776). Kebenaran
dalam Empirisme harus dibuktikan dengan pengalaman. Peranan pengalaman menjadi
tumpuan untuk memverifikasi sesuatu yang dianggap benar. Kebenaran jenis ini
juga telah mempengaruhi manusia sampai sekarang ini, khususnya dalam bidang
Hukum dan HAM.
Pelopor
kritisisme adalah Immanuel Kant. Immanuel Kant (1724 – 1804) mengkritisi
Rasionalisme dan Empirisme yang hanya mementingkan satu sisi dari dua unsur
(akal dan pengalaman) dalam mencapai kebenaran. Menonjolkan satu unsur dengan
mengabaikan yang lain hanya akan menghasilkan sesuatu yang berat sebelah. Kant
jelas-jelas menolak cara berfikir seperti ini. Karena itu, Kant menawarkan
sebuah konsep “Filsafat Kritisisme” yang merupakan sintesis dari rasionalisme
dan empirisme. Kata kritik secara harfiah berarti “pemisahan”.
Filsafat
Kant bermaksud membeda-bedakan antara pengenalan yang murni dan yang tidak
murni, yang tiada kepastiannya. Ia ingin membersihkan pengenalan dari
keterikatannya kepada segala penampakan yang bersifat sementara. Jadi
filsafatnya dimaksudkan sebagai penyadaran atas kemampuan-kemampuan rasio
secara objektif dan menentukan batas-batas kemampuannya, untuk memberi tempat
kepada iman kepercayaan.
Dengan
filsafatnya Kant bermaksud memugar sifat objektivitas dunia dan ilmu
pengetahuan. Agar maksud itu terlaksana, orang harus menghindarkan diri dari
sifat sepihak rasionalisme dan dari sifat sepihak empirisme. Rasionalisme
mengira telah menemukan kunci bagi pembukaan realitas pada diri subjeknya,
lepas dari segala pengalaman, sedang empirisme mengira hanya dapat memperoleh
pengenalan dari pengalaman saja. Ternyata bahwa empirisme sekalipun mulai
dengan ajaran yang murni tentang pengalaman, tetapi melalui idealisme subjektif
bermuara pada suatu skeptisisme yang radikal.
Dengan
kritisisme, Imanuel Kant mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua
pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing
pendekatan benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita
tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor
yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita. Ada
kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia
tentang dunia. Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak mengetahui secara pasti
seperti apa dunia "itu sendiri" ("das Ding an sich"), namun
hanya dunia itu seperti tampak "bagiku", atau "bagi semua
orang". Namun, menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada
pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi
lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita
menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara pandang dan bukan
atribut dari dunia fisik di mana hal itu merupakan materi pengetahuan. Yang
kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang
tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan.
B.
Sejarah Timbulnya Kritisisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18
suatu zaman baru dimana seorang yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan
antara rasionalisme dengan emperisme. Zaman baru ini disebut zaman pencerahan
(aufklarung) zaman pencerahan ini muncul dimana manusia lahir dalam keadaan
belum dewasa (dalam pemikiran filsafatnya). Akan tetapi, seorang filosof Jerman
Immanuel Kant (1724-1804) mengadakan penyelidikan (kritik) terhadap pernah
pengetahuan akal.
Sebagai latar belakangnya, manusia
melihat adanya kemajuan ilmu pengetahuan (ilmu pasti, biologi, filsafat dan
sejarah) telah mencapai hasil yang menggembirakan. Disisi lain, jalannya
filsafat tersendat-sendat. Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat dapat
berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan alam.
Pada rasionalimse dan emperisme ternyata amat jelas pertentangan antara budi dan pengalaman, manakah yang sebenarnya sumber pengetahuan, makanah pengetahuan yang benar? Seorang ahli pikir Jerman Immanuel Kant mencoba mengadakan penyelesaian pertalian ini. Pada umumnya, Kant mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian terpengaruh oleh emperisme (hume). Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menerimanya karena ia mengetahui bahwa emperisme membawa karagu-raguan terhadap budi manusia akan dapat mencapai kebenaran. Maka Kant akan menyelidiki (mengadakan kritik) pengetahuan budi serta akan diterangkan, apa sebabnya pengetahuan budi ini mungkin. Itulah sebabnya aliran ini disebut kriticisme.
Pada rasionalimse dan emperisme ternyata amat jelas pertentangan antara budi dan pengalaman, manakah yang sebenarnya sumber pengetahuan, makanah pengetahuan yang benar? Seorang ahli pikir Jerman Immanuel Kant mencoba mengadakan penyelesaian pertalian ini. Pada umumnya, Kant mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian terpengaruh oleh emperisme (hume). Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menerimanya karena ia mengetahui bahwa emperisme membawa karagu-raguan terhadap budi manusia akan dapat mencapai kebenaran. Maka Kant akan menyelidiki (mengadakan kritik) pengetahuan budi serta akan diterangkan, apa sebabnya pengetahuan budi ini mungkin. Itulah sebabnya aliran ini disebut kriticisme.
Akhirnya, Kant mengakui peranan budi
dan keharusan empiri, kemudian dicobanya mengadakan sintesis. Walaupun semua
pengetahuan bersumber pada budi (nasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul
dari benda (emperisme) budi metode berpikirnya disebut metode kritik.
C.
Pemikiran
Kritisisme Tentang Ilmu Pengetahuan
Kant membedakan pengetahuan ke dalam
empat bagian, sebagai berikut:
1. Yang analitis a priori
2. Yang sintetis a priori
3. Yang analitis a posteriori
4. Yang sintetis a posteriori
Pengetahuan a priori adalah
pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya pengalaman atau, yang ada sebelum
pengalaman. Sedangkan pengetahuan a posteriori terjadi sebagai akibat
pengalaman. Pengetahuan yang analitis merupakan hasil analisa dan pengetahuan sintetis
merupakan hasil keadaan yang mempersatukan dua hal yang biasanya terpisah
Pengetahuan yang analitis a priori adalah pengetahuan yang dihasilkan oleh
analisa terhadap unsur-unsur yang a priori. Pengetahuan sintetis a priori
dihasilkan oleh penyelidikan akal terhadap bentuk-bentuk pengalamannya sendiri
dan penggabungan unsur-unsur yang tidak saling bertumpu. Misal, 7 – 2 = 5
merupakan contoh pengetahuan semacam itu. Pengetahuan sintetis a posteriori
diperoleh setelah adanya pengalaman.
Dengan filsafatnya, ia bermaksud
memugar sifat obyektivitas dunia dan ilmu pengetahuan. Agar maksud tersebut
terlaksana orang harus menghindarkan diri dari sifat sepihak. Menurut Kant ilmu
pengetahuan adalah bersyarat pada: a) bersiafat umum dan bersifat perlu mutlak dan
b) memberi pengetahuan yang baru. Kant bermaksud mengadakan penelitian yang
kritis terhadap rasio murni dan realita.
Kant yang mengajarkan tentang daya pengenalan mengemukakan bahwa daya pengenalan roh adalah bertingkat, dari tingkatan terendah pengamatan inderawi, menuju ke tingkat menengah akal (Verstand) dan yang tertinggi rasio atau buddhi (Vernunft).
Kant yang mengajarkan tentang daya pengenalan mengemukakan bahwa daya pengenalan roh adalah bertingkat, dari tingkatan terendah pengamatan inderawi, menuju ke tingkat menengah akal (Verstand) dan yang tertinggi rasio atau buddhi (Vernunft).
Immanuel Kant menganggap Empirisme
(pengalaman) itu bersifat relative bila tanpa ada landasan teorinya. contohnya
adalah kamu selama ini tahu air yang dimasak sampai mendidih pasti akan panas,
itu kita dapat dari pengalaman kita di rumah kita di Indonesia ini, namun lain
cerita bila kita memasak air sampai mendidih di daerah kutub yang suhunya di
bawah 0̊ C, maka air itu tidak akan panas karena terkena suhu dingin daerah
kutub, karena pada teorinya suhu air malah akan menjadi dingin. dan contoh
lainnya adalah pada gravitasi, gravitasi hanya dapat di buktikan di bumi saja,
tetapi tidak dapat diterapkan di bulan. Jadi sudah terbukti bahwa pengalaman itu
bersifat relatif, tidak bisa kita simpulkan atau kita iyakan begitu saja tanpa
dibuktikan dengan sebuah akal dan teori. Dan oleh karena itu Ilmu pengetahuan
atau Science haruslah bersifat berkembang, tidak absolute atau mutlak dan tidak
bertahan lama karena akan melalui perubahan yang mengikuti perkembangan zaman
yang terus maju. (mungkin Sir Issac Newton bila hidup kembali bakal merevisi
teroi Gravitasinya kembali) Pengalaman juga bersifat data-data Inderawi.
Makanya Immanuel Kant mengkritik Empirisme, data Inderawi sendiri harus
dibuktikan atau dicek dengan 12 kategori "a priori" rasio, baru
setelah itu diputuskan sah "a priory" atau 12 kategori azas prinsipal
abstrak yang dibagi menjadi 4 oleh Immanuel Kant, antara lain:
-Kuantitas (hitung-hitungan) mengandung
kesatuan, kejamakan dan keutuhan.
-Kualitas (Baik dan buruk) realitas,
negasi dan pembatasan.
-Relasi
(hubungan) mengandung substansi, kausalitas dan timbal balik.
-Modalitas mengandung kemungkinan, peneguhan dan keperluan.
-Modalitas mengandung kemungkinan, peneguhan dan keperluan.
Data-data inderawi harus dibuktikan
dulu dengan 12 kategori tadi, baru dapat diputuskan, itulah proses Kritisisme
Rasionalis Jerman yang di ajarkan Immanuel Kant.
D.
Metodologi
berpikir Dalam Mendapatkan Ilmu
Metodelogi Immanuel Kant tersebut
dikenal dengan metode Induksi, dari particular data-data terkecil baru mencapai
kesimpulan Universal. Menurut Immanuel Kant, Manusia sudah mendapatkan ke 12
kategori tersebut sejak terlahir di dunia ini, Teori itu terinspirasi dari
Dunia Ide Plato.
Immanuel Kant menggabungkan dunia Ide Plato "a priori" yang artinya sebelum dibuktikan tapi kita sudah percaya, seperti konsep ketuhanan dengan pengalaman itu sendiri yang bersifat "a posteriori" yaitu setelah dibuktikan baru percaya, kata lainnya adalah kesimpulan dari kesan-kesan baru kemudian membentuk sebuah ide.
DAFTAR
PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar