A. Idealisme Plato
Plato yang dahulunya merupakan murid
dari Socrates, seorang ahli filsafat yang cukup terkenal di kalangan para
filsuf mendasarkan
pada keyakinan metafisik bahwa ada eksistensi dari “yang ada” (idea) yang tidak berubah, tetap, dan bersifat
umum-universal. Maka realitas ini bukannya menjadi melainkan yang ada (idea).
Dengan berdasar pada kenyataan yang tidak berubah seperti itu, Plato menentang
relativisme kaum sophis dan menolak persepsi indera. Dari sesuatu “yang ada”
tadi kemudian lahirlah aliran filsafat yang disebut Plato sebagai paham
Idealisme. Idealisme adalah sistem filsafat yang menekankan pentingnya
keunggulan pikiran (mind), roh (soul) atau jiwa (spirit)
dari pada hal-hal yang bersifat kebendaan atau material.
Pandangan-pandangan
umum yang disepakati oleh para filsuf idealisme, yaitu:
1.
Jiwa (soul)
manusia adalah unsur yang paling penting dalam hidup.
2.
Hakikat akhir alam
semesta pada dasarnya adalah non
material.
Aliran ini berpendapat
bahwa kenyataan yang sesungguhnya bersifat spiritual atau ideasional dan
beranggapan bahwa pengetahuan yang didapat melalui pancaindera belum mencapai
kebenarannya. Kebenaran yang secara tetap sebenarnya secara tidak disadari telah
hadir dalam pikiran mereka. Anggapan tersebut berakibat bahwa setiap manusia
mempunyai jiwa yang hadir lebih dahulu
sebelum kelahiran raganya yang hidup dalam dunia spiritual dari bentuk sempurna
(ide-ide). Dunia
hanya merupakan tiruan belaka, sifatnya maya (bayangan), yang menyimpang dari
kenyataan sebenarnya. Seringkali orang tertipu oleh kesaksian indera yang
dimilikinya. Sedangkan pengetahuan yang didapat dari akal budi justru dianggap
sebagai pengetahuan sejati yang benar. Jadi, dunia pengalaman (alat indera)
disebut sebagai dunia semu atau dunia bayang-bayang, sedangkan dunia idea (akal budi) disebut sebagai dunia
asli, dunia yang sesungguhnya. Oleh karenanya aliran ini disebut aliran
idealisme karena pengetahuan semata-mata hanya bersumber dari akal budi manusia.
Plato percaya bahwa ada dua dunia di
alam yang kita huni ini. Pertama, dunia spiritual atau dunia mental yang
bersifat abadi, permanen, berurutan, teratur, dan universal. Di dalamnya
terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian
kedudukannya lebih tinggi dari yang nampak, karena idea merupakan wujud yang
hakiki. Kedua, dunia penampakan yaitu dunia pengalaman melalui penglihatan,
sentuhan, bau, rasa, dan suara yang sifatnya berubah, tidak sempurna, dan tidak
teratur. Apa yang dialami kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini
seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang mati demikian
seterusnya. Pembagian ini berdasar pada hakekat dualitas manusia, yaitu Jiwa
dan Raga. Keberadaan
idea tidak nampak dalam wujud lahiriah tetapi gambaran yang asli hanya dapat
dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari
dunia idea sebab posisinya tidak menetap sedangkan yang sangat absolut dan
kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada
kenyataannya idea digambarkan dengan dunia yang tidak terbentuk demikian jiwa
bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
B.
Epistemologi
Idealisme
Epistemologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas tentang hakikat
pengetahuan. Suatu cabang dari filsafat
yang mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolok
ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan
manusia. Sedangkan Idealisme adalah suatu konsep yang diyakini oleh seseorang, yang
mengatakan bahwa segala sesuatunya harus berjalan dengan ideal. Ideal di sini
subjektif dipandang dari sisi orang yang bersangkutan.
Pada dasarnya, manusia ingin menggapai suatu hakikat
dan berupaya mengetahui sesuatu yang tidak diketahuinya. Manusia sangat
memahami dan menyadari bahwa: (1) Hakikat itu ada dan nyata; (2) Kita bisa
mengajukan pertanyaan tentang hakikat itu; (3) Hakikat itu bisa dicapai,
diketahui, dan dipahami; (4) Manusia bisa memiliki ilmu, pengetahuan, dan
makrifat atas hakikat itu. Akal dan pikiran manusia bisa menjawab
persoalan-persoalan yang dihadapinya, dan jalan menuju ilmu dan pengetahuan
tidak tertutup bagi manusia.
Menurut filsuf
idealisme, proses mengetahui terjadi dalam pikiran, manusia memperoleh
pengetahuan melalui berfikir dan intuisi (gerak hati). Pengetahuan diperoleh
dengan cara mengingat kembali (semua pengetahuan adalah sesuatu yang diingat
kembali) ide-ide laten yang telah dibentuk dan telah hadir dalam pikiran.
Dengan ingatannya, pikiran manusia dapat menemukan ide-ide dari Pikiran
Makrokosmos dalam pikiran masing-masing orang. Karena logika yang menjadi dasar
metafisik dan dasar epistemologi kaum idealis adalah bahwa ada hubungan “yang
keseluruhan” dengan “yang bagian”. Kebenaran hadir di dalam dan bersama Makrokosmos
atau “yang mutlak” dalam sebuah tatanan atau pola yang logis, sistematik dan
terhubung. Masing-masing proposisi dihubungkan kepada sesuatu yang lebih besar
dan lebih komprehensif proposisinya. Ketika “yang keseluruhan” memasukkan “yang
bagian”, maka bagian-bagian itu harus konsisten dengan keseluruhan.
Jadi
dapat kita simpulkan, bahwa epistemologi dan idealisme memang berhubungan.
Saling keterkaitan epistemologi dan idealisme dapat disimpulkan bahwa
epistemologi idealisme adalah suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan
membahas tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolok ukur, keabsahan,
validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan manusia yang berjalan
dengan ideal.
C. Implikasi Idealisme
terhadap Pendidikan
Menurut
para filsuf idealisme, pendidikan bertujuan untuk membantu perkembangan pikiran
dan diri pribadi (self) siswa. Mengingat bakat manusia berbeda-beda maka
pendidikan yang diberikan kepada setiap orang harus sesuai dengan bakatnya
masing-masing. Sebagai
proses intelektual yang tinggi, belajar adalah memanggil kembali dan bekerja
dengan ide-ide. Oleh karena kenyataan itu bersifat mental, pendidikan juga
berkaitan dengan konsep atau ide-ide. Orang-orang yang terdidik adalah mereka
yang secara sistematik sampai pada kesadaran sebagai bagian dari keseluruhan
semesta.
Kaum idealis mendukung
kurikulum berdasarkan bidang studi yang di dalamnya berbagai ide atau konsep
tersusun dan berhubungan satu sama lain. Di sisi lain idealisme Plato banyak
memberikan pengaruh dan sumbangan ke dalam dunia pendidikan. Di mana Plato
mendasari bahwa pendidikan itu kaitannya sangat perlu, baik bagi dirinya selaku
individu maupun warga negara,
dan ditambahkannya bahwa pelaksanaan pendidikan harus mengenyam pendidikan,
demikian halnya bahwa setiap peserta didik harus diberikan kebebasan untuk
mengikuti ilmu yang ada sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan
masing-masing dengan menurut jenjang usianya. Pendidikan itu sendiri akan
memberikan dampak dan perubahan bagi kehidupan pribadinya dan pada gilirannya
akan bisa mengabdi pada bangsa dan negaranya untuk masa depan bangsanya.
Bagi
Plato, pendidikan itu adalah suatu bangsa dengan tugas yang harus dilaksanakan
untuk kepentingan negara dan perorangan.
Menurut
Plato di dalam negara idealnya pendidikan memperoleh tempat yang paling utama
dan mendapat perhatian yang paling khusus bahkan dapat dikatakan bahwa
pendidikan adalah tugas dan panggilan yang sangat mulia yang diselenggarakan
oleh negara. Pendidikan itu sebenarnya merupakan suatu tindakan pembebasan dari
belenggu ketidaktahuan dan kebenaran. Dengan pendidikan orang-orang akan
mengetahui apa yang benar dan apa yang tidak benar. Dengan pendidikan pula,
orang-orang akan mengenal apa yang baik dan apa yang tidak baik, dan juga akan
menyadari apa patut dan apa yang tidak patut, dan yang paling dominan dari
semua itu adalah bahwa pendidikan mereka akan lahir kembali (they shall be born again).
Dengan
demikian jelaslah pula bahwa peranan pendidikan yang paling utama bagi manusia
adalah membebaskan dan memperbaharui. Pembebasan dan pembaharuan itu akan
membentuk manusia utuh, yakni manusia yang berhasil menggapai segala keutamaan
dan moralitas jiwa mengantarkannya ke idea yang tinggi yaitu kebajikan,
kebaikan, dan keadilan.
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Epistemologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas tentang hakikat
pengetahuan. Suatu cabang dari filsafat
yang mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolok
ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan
manusia. Sedangkan Idealisme adalah suatu konsep yang diyakini oleh seseorang,
yang mengatakan bahwa segala sesuatunya harus berjalan dengan ideal. Ideal di
sini subjektif dipandang dari sisi orang yang bersangkutan.
Idealisme Plato
berpendapat bahwa kenyataan yang sesungguhnya bersifat spiritual atau
ideasional dan beranggapan bahwa pengetahuan yang didapat melalui pancaindera
belum mencapai kebenarannya. Kebenaran yang secara tetap sebenarnya secara
tidak disadari telah hadir dalam pikiran mereka. Jadi, dunia pengalaman
(alat indera) disebut sebagai dunia semu atau dunia bayang-bayang, sedangkan
dunia idea (akal budi) disebut
sebagai dunia asli, dunia yang sesungguhnya. Oleh karenanya aliran ini disebut
aliran idealisme karena pengetahuan semata-mata hanya bersumber dari akal budi
manusia.
Idealisme Plato banyak memberikan pengaruh dan sumbangan ke dalam dunia
pendidikan. Di mana Plato mendasari bahwa pendidikan itu kaitannya sangat
perlu, baik bagi dirinya selaku individu maupun warga negara, dan ditambahkannya bahwa pelaksanaan pendidikan harus mengenyam
pendidikan, demikian halnya bahwa setiap peserta didik harus diberikan
kebebasan untuk mengikuti ilmu yang ada sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing dengan menurut jenjang usianya. Pendidikan
itu sendiri akan memberikan dampak dan perubahan bagi kehidupan pribadinya dan
pada gilirannya akan bisa mengabdi pada bangsa dan negaranya untuk masa depan
bangsanya.
0 komentar:
Posting Komentar