BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum sebagai alat pendidikan selalu
harus dipantau dan dikendalikan agar kurikulum tersebut senantiasa dapat
berjalan sesuai dengan program yang telah ditetapkan. Pemantauan terhadap
pelaksanaan kurikulum juga penting untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan
yang muncul pada saat kurikulum dilaksanakan. Melalui pemantauan yang dilakukan
secara terencana dan terus menerus, maka diharapkan kendala-kendala yang muncul
dan menghambat terhadap pelaksanaan kurikulum secara lebih dini akan segera diketahui,
dan dengan segera dapat dirumuskan alternatif pemecahan masalah yang mungkin
dapat dilakukan. Dengan demikian kurikulum yang dikembangkan selalu akan
terjaga dan terkontrol, sehingga dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Fungsi pengontrolan terhadap proses
pelaksanaan kurikulum disebut dengan evaluasi kurikulum. Evaluasi merupakan
alat yang sangat penting yang berfungsi untuk menghimpun data, memberikan
pertimbangan, dan menetapkan keputusan berdasarkan data atau informasi yang
diperoleh dari objek yang di evaluasi.
Dalam pengembangan kurikulum pun,
evaluasi sangat dibutuhkan untuk memperbaiki dan memberi masukan untuk
pengembangan kurikulum selanjutnya sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan.
Evaluasi disini tidak untuk memberikan penilai yang mutlak dan pengkoreksian
secara negatif, tetapi lebih pada pemberian masukan yang positif agar kurikulum
dapat sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman dimasanya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagimana Kedudukan Evaluasi pada
Pengembangan Kurikulum ?
2.
Bagaimana Konsep Evaluasi Pengembangan
Kurikulum ?
3.
Bagaimana Pembaharuan dalam Kurikulum ?
4.
Bagaimana Rekomendasi untuk Menilai
Pengembangan Kurikulum ?
5.
Bagaimana Bentuk-Bentuk Pelaksanaan
Evaluasi ?
C. Tujuan
1.
Mengetahui kedudukan evaluasi pada
pengembangan kurikulum.
2.
Mengetahui konsep evaluasi pengembangan
kurikulum.
3.
Mengetahui pembaharuan dalam kurikulum.
4.
Mengetahui rekomendasi untuk menilai
pengembangan kurikulum.
5.
Mengetahui bentuk-bentuk pelaksanaan evaluasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kedudukan Evaluasi pada
Pengembangan Kurikulum
Evaluasi pada perencanaan dan
pengembangan kurikulum perlu dilakukan pada setiap tahap pengembangan kurikulum
untuk berbagai jenjang pendidikan. Beberapa dasar pemikiran yang mengacu ke
arah keharusan dan kebutuhan evaluasi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Perubahan
kebijakan dalam sistem pendidikan nasional yang terkait dengan keputusan
politik yang ditetapkan oleh Pemerintah, yang tentunya menegaskan tujuan
pendidikan nasional, bidang-bidang pendidikan yang dinilai sangat menonjol
untuk kepentingan pembangunan, peran dan kedudukan tenaga kependidikan,
peningkatan jumlah biaya pendidikan yang disediakan, dan sebagainya.
b. Kebutuhan
tenaga pembangunan dalam semua bidang dan dimensi kehidupan, yang mengharapkan
tenaga-tenaga yang siap pakai dan siap beradaptasi dengan lingkungan sebagai
wawasan pembangunan masyarakat, sejak tingkat nasional, daerah, sampai ke
tingkat pedesaan. Tuntutan dan permintaan tenaga tersebut akan merangsang diadakannya
perbaikan dan bahkan mungkin perencanaan kurikulum dengan model baru pula.
c. Kondisi
sosial budaya kita memiliki karakteristik yang khas, berbeda dengan
karakteristik kebudayaan bangsa mana pun. Perkembangan aspek sosial budaya ini
besar pengaruhnya karena didalamnya terkandung kemajuan dalam semua aspek.
Tercakup di dalamnya kemajuan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, kemampuan
nasional dalam pengendalian penduduk, kemajuan sektor ekonomi informal dan
kepariwisataan, pembangunan desa terpadu yang berhasil nyata dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan yang terpenting adalah prinsip
kebhinekaan, yang semuanya dilandasi oleh nilai-nilai luhur filsafat bangsa:
Pancasila.
d. Pengembangan
kurikulum muatan lokal yang harus dilaksanakan dimasing-masing daerah (propinsi
dan kabupaten atau kotamadya) perlu
dinilai sejauh mana kesesuaiannya dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh
Depdikbud, hingga mana tingkat relevansi dan keefektifannya serta dampaknya
bagi pembangunan daerah yang bersangkutan. Kendatipun isi dan materinya mungkin
berbeda-beda di masing-masing daerah, hasilnya diharapkan semuanya mengacu
kepada upaya peningkatan sumber daya manusia, pembentukan tenaga kerja, dan
pengurangan gejala-gejala sosial yang tidak diharapkan. Kondisi ini menuntut
adanya evaluasi perencanaan kurikulum secara berkesinambungan dan berkala agar
dapat diperoleh suatu kurikulum muatan lokal yang sesuai dengan runtutan dan
kebutuhan daerah masing-masing.
e. Peranan
dan fungsi serta kedudukan guru atau tenaga kependidikan sebagai tenaga
fungsional pada gilirannya menuntut adanya peningkatan kemampuan profesional
yang lebih bermutu sebab mereka harus dan perlu melaksanakan tugas-tugasnya
secara profesional. Tercakup di dalamnya tugas keterlibatan secara aktif dalam
kegiatan perencanaan dan pengembangan kurikulum. Keterlibatan dan hasil-hasil
yang mereka capai, khususnya dalam bidang perencanaan dan pengembangan
kurikulum, perlu dievaluasi karena terkait dengan upaya peningkatan mutu
lulusan dan keberhasilan program pendidikan secara menyeluruh.
B. Konsep Evaluasi Pengembangan Kurikulum
Konsep pengembangan kurikulum
sesungguhnya adalah suatu perencanaan kurikulum yang bertujuan untuk memperoleh
suatu kurikulum yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yakni
perubahan perilaku pada siswa. Secara klasik, pendekatan terhadap pengembangan
kurikulum terdiri dari tiga langkah, yakni :
a. Merumuskan
tujuan-tujuan dalam bentuk tingkah laku,
b. Memilih
dan menemukan situasi belajar untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, dan
c. Merancang
serta mengembangkan metode assessment
untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan.
Evaluasi terhadap kurikulum pada
dasarnya adalah pemberian rekomendasi terhadap usaha pengembangan kurikulum.
Rekomendasi adalah pernyataan-pernyataan yang menspesifikasikan gagasan-gagasan
tentang kurikulum, yang merupakan hasil permufakatan bersama, bukan menjadi
ukuran teknis yang bersifat mutlak dan ketat. Rekomendasi tidak sama dengan
ukuran teknis (technical standards).
Pemberian rekomendasi ini penting karena
merupakan petunjuk atau pedoman bagi para pengembang kurikulum. Rekomendasi
dimuat dalam manual teknis yang berisi informasi tentang kurikulum yang telah
diperoleh dari berbagai pihak. Manual ini berguna sebagai sumber bahan untuk
memberikan pertimbangan tentang kurikulum. Bahan informasi tersebut berfungsi
sebagai sumber bagi lembaga pendidikan tenaga kependidikan, para pengembang
kurikulum, para penilik sekolah dan lain-lain.
Rekomendasi kurikulum dapat digunakan,
baik pada tingkat daerah, sekolah, maupun pada tingkat nasional serta dapat
digunakan oleh para sarjana, para ahli dari berbagai disiplin ilmu, panitia
kurikulum lembaga pendidikan tinggi, dan pihak-pihak yang menyediakan biaya
(pemerintah dan swasta).\
Rekomendasi yang dapat diberikan
terhadap suatu kurikulum terdiri dari tiga kategori sebagai alternatif pilihan
bagi evaluator kurikulum yakni :
-
Kategori utama (esensial), menunjuk
kepada konsensus tentang sangat mendesaknya adanya kurikulum yang efektif dan
operasional sebagaimana yang diharapkan.
-
Kategori sangat diharapkan atau
diinginkan, (very desirable) yang menunjukkan pernyataan-pernyataan yang besar
sumbangannya kepada produksi dan penggunaan kurikulum.
-
Kategori diinginkan atau diharapkan
(desirable), meliputi pernyataan-pernyataan yang bersifat membantu, tetapi
tidak diharapkan secara normal.
C.
Pembaharuan
Kurikulum
a.
Antusiasme
terhadap pembaharuan
Usaha pembaharuan kurikulum adalah
sesuatu yang menimbulkan antusiasme dan merupakan pandangan yang tajam serta
motivasi yang kuat dalam usaha menghasilkan kurikulum yang baik. Perumusan
tujuan yang tepat dan rinci dalam bentuk tingkah laku yang akan dicapai adalah
pekerjaan yang sulit dan membutuhkan keahlian yang khusus.
Hasil-hasil kegiatan evaluasi
menggambarkan hasil yang dicapai oleh suatu kurikulum baru dan dapat digunakan
untuk memperbaiki kurikulum lama sehingga waktu dan tenaganya dicurahkan pada
langkah kedua.
Sikap antusias dalam usaha pembaharuan
kurikulum merupakan karakteristik yang diperlukan bagi orang-orang yang bekerja
dalam bidang kurikulum. Guru-guru yang tidak senada dengan kegiatan-kegiatan
dalam langkah-langkah tersebut di atas banyak yang menentang pendekatan
pembahasan kurikulum secara klasikal. Mungkin perlu juga dipertimbangkan
beberapa alasan dari sikap guru semacam itu.
b.
Tujuan
tingkah laku
Merumuskan tujuan khusus (perubahan
tingkah laku) membutuhkan keahlian tersendiri, sebab perumusan tujuan khusus
tersebut menuntut perubahan kebiasaan, berpikir, dan bertindak pada guru.
Perumusan tujuan yang tepat memerlukan bacaan yang luas, diskusi, dan
berdasarkan konsep landasan yang kuat serta pemikiran yang kritis.
Tujuan yang dirumuskan dalam bentuk
behaavioral tidak akan lengkap jika didefinisikan dengan sempit, yakni hanya
meliputi perubahan pengetahuan dan keterampilan, tetapi harus meliputi
aspek-aspek tingkah laku lainnya.
Perubahan kurikulum didasarkan atas
ketidakpuasan terhadap silabus dalam kurikulum yang hanya terdiri dari
fakta-fakta. Perubahan yang efektif harus meliputi perubahan sikap dan minat.
Tujuan yang tidak bisa digambarkan dalam mencapai tingkah laku siswa tidak
realistis. Oleh karena itu, bahan yang bersangkutan harus dipikirkan dan
dirumuskan secara tepat dan rinci.
Sehubungan dengan pembatasan tujuan
tersebut perlu diketahui bahwa tujuan pendidikan yang hendak dicapai dalam
kurikulum masih merupakan tujuan jangka panjang, yakni baru dapat tercapai
setelah beberapa tahun berikutnya atau setelah keluar dari sekolah yang
bersangkutan. Tujuan semacam ini tidak bisa dievaluasi secara lengkap karena
evaluasinya hanya bisa dilakukan sebagian demi sebagian. Kendatipun demikian,
evaluasi semacam itu masih lebih baik daripada tanpa evaluasi sama sekali.
c.
Pelaksanaan
pembaharuan kurikulum
Metode klasik dalam pembaharuan
kurikulum sebagaimana digambarkan pada bagian terdahulu meliputi tingkah
langkah, yakni: pertama perumusan tujuan, kemudian merencanakan pengalaman
belajar, dan terakhir mengadakan evaluasi. Pelaksanaan ketiga langkah tersebut
sangat tidak realistis dan banyak menimbulkan saling lingkup jika harus
dilaksanakan berurutan karena dalam program pengembangan kurikulum, ketiga
kegiatan tersebut berlangsung dalam waktu yang sama, masing-masing saling
berinteraksi dari suatu kegiatan (langkah) akan menjadi moderator kedua
kegiatan (langkah lainnya).
Biasanya ada dugaan bahwa pekerjaan
membuat tujuan khusus (behavioral objectives) adalah tugas ahli-ahli mata
pelajaran (pengembangan kurikulum). Pendapat semacam itu berlaku juga di
Amerika dengan asumsi bahwa yang bertanggung jawab terhadap evaluasi adalah
ahli-ahli psikologi pendidikan.
Banyak
juga penulis Amerika yang tidak sependapat dengan hal tersebut, seperti Seriven
dan Strake. Mereka berpendapat bahwa perumusan tujuan adalah tanggung jawab
evaluator. Pendapat yang paling banyak dalam hal ini ialah bahwa perumusan
tujuan adalah tanggung jawab bersama dan mereka saling membantu karena
evaluator tidak bisa bekerja sendiri sebagaimana biasanya, tidak mempunyai
pengetahuan tentang mata pelajaran. Demikian pula pengembang (developer)
biasanya tidak berpengalaman dalam tugas evaluator karena ia tidak melaksanakan
jenis analisis tertentu untuk membuat tujuan khusus yang dapat digunakan
melalui diskusi antara developer dan evaluator.
Suatu tujuan dapat diubah menjadi tujuan
khusus. Oleh karenanya, langkah satu dan tiga harus ada saling lingkup. Seorang
evaluator dalam membuat awal alat evaluasinya harus mengumpulkan pertanyaannya,
item tes, skala nilai, daftar pendapat, dan sebagainya yang selanjutnya
didiskusikan dengan pengembang sehingga tercapai suatu kesepakatan dalam
menentukan tujuan. Setelah dicapai kesepakatan dalam suatu tujuan khusus
tertentu, pengembang membuat reaksi terhadap konsep pertanyaan yang mencakup
tujuan tersebut sehingga dapat membuat alat pengukurnya.
Dengan cara demikian seorang pengembang
tidak hanya dapat mencetak tujuan yang dirumuskan, tetapi juga dapat
mengembangkan bahan-bahan pelajaran untuk mencapai tujuan tersebut. Jadi,
adanya kesepakatan tersebut juga mempunyai dampak terhadap langkah-langkah
(langkah kedua) dengan cara mengadakan perkiraan kembali (reapraisal) secara regular
terhadap tujuan khusus. Hal tersebut bisa digunakan sebagai sumber dalam
menyusun tes, dan juga dapat menjadi tujuan khusus, menjadi operasional.
Menurut Scriven, fase perkembangan berguna untuk memadukan tujuan, materi dan
evaluasi.
d.
Langkah
pengukuran
Di antara guru-guru ada yang menetang
evaluasi kurikulum karena tidak setuju dan salah mengerti. Di Inggris
pengukuran pendidikan terbatas hanya dalam scope,
yakni yang berhubungan dengan mata-mata pelajaran saja. Tes yang disusun hanya
mengukur informasi faktual (informasi yang berhubungan dengan fakta), bukan
mengukur hasil pengajaran yang baik. Tekanannya pada reliabilitas dan validitas
tes yang ditentukan oleh penyusun tes dan pekerja riset yang mengarah pada
penekanan yang meliputi pertanyaan-pertanyaan pilihan berganda yang memerlukan
jawaban kreatif. Sering timbul anggapan bahwa ketelitian pengukuran lebih
penting daripada relevansi pendidikan.
Evaluator kurikulum tidak hanya
membatasi diri terhadap penggunaan tes kognitif yang terbatas, tetapi meliputi
berbagai alat dan teknik pengukuran lainnya. Tes objektif tidak terbatas
penggunaannya hanya untuk mengukur pengetahuan faktual, tetapi juga dapat
digunakan untuk tes sikap dan minat dimana guru juga terlibat dalam
pelaksanaannya.
e.
Pengembangan
dan penilai kurikulum
Pengembang (develope) dan evaluator
mempunyai peranan sendiri-sendiri. Evaluator membutuhkan reorientasi dan
penaksiran ulang. Ada kecenderungan bahwa hal ini dilakukan oleh ahli psikologi
dan ahli psikometri. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan pada personel yang
melaksanakan proses pengembangan jika antara evaluator dan pengembangan terjadi
ketidakselarasan dalam tindakan.
Perlu diingat bahwa fase perkembangan
merupakan pusat, baik dalam waktu maupun dalam bentuknya. Dalam inovasi kurikulum,
tugas evaluator sangat sulit karena dia harus melakukan tugas tersebut seefisien
mungkin. Lagipula perlu disadari bahwa pengembang harus menyediakan bahan
mentah untuk pengukuran. Sedangkan pengembang bertanggung jawab merumuskan arah
guna menemukan alat pengukuran.
D. Rekomendasi untuk Menilai
Pengembangan Kurikulum
a. Kategori rekomendasi
Ada
tujuh rekomendasi pokok yang telah dirumuskan untuk menilai suatu perencanaan
kurikulum, yakni :
1.
Rasional,
2.
Spesifikasi,
3.
Kelayakan,
4.
Keefektifan,
5.
Kondisi,
6.
Kepraktisan dan
7.
Desiminasi
Ketujuh kategori rekomendasi tersebut
satu dengan yang lainnya saling terkait sehingga evaluasi terhadap kurikulum
dilakukan secara menyeluruh. Dengan kata lain, suatu kurikulum adalah yang
diharapkan jika memenuhi semua kategori rekomendasi yang telah dijabarkan
secara rinci.
Rasional
adalah
pernyataan-pernyataan yang berkenaan dengan berbagai pandangan yang mendasari
pengembangan kurikulum.
Spesifikasi
terdiri
dari pernyataan-pernyataan yang mengacu kepada tujuan-tujuan kurikulum yang
hendak dicapai.
Kelayakan
(appropriateness)
adalah pernyataan-pernyataan yang berkenaan dengan hakikat siswa yang akan
menerima materi kurikulum yang telah dikembangkan.
Keefektifan
terdiri
dari pernyataan-pernyataan yang merupakan ciri khas dan persyaratan-persyaratan
yang perlu untuk menentukan pengaruh kurikulum.
Kondisi
meliputi pernyataan-pernyataan tentang karakteristik, pengadaan dan prosedur
yang perlu dan mesti tersedia jika kurikulum itu akan dilaksanakan.
Kepraktisan
merupakan
faktor-faktor yang bersifat menunjang pelaksanaan kurikulum, misalnya biaya dan
fasilitas.
Desiminasi
berkenaan
dengan terlaksananya komunikasi yang efektif.
b.
Landasan
rekomendasi
Penentuan rekomendasi didasarkan atas
prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Rasionalitas,
2. Nilai-nilai,
3. Keputusan,
4. Akontabilitas,
5. Signifikansi,
6. Menyeluruh,
7. Kausasi,
8. Tingkah
laku, dan
9. Pengetahuan.
Setiap rekomendasi dapat dikaitkan
dengan prinsip-prinsip tersebut.
Rasionalitas:
Pengertian rasionalitas dalam kurikulum dan pengajaran mengandung dua komponen,
yakni komponen tujuan dan cara (ends dan means) dan komponen pikiran dan data
(reason dan data). Komponen pertama mengacu kepada hubungan antara alat atau
cara dengan tujuan tertentu. Alat atau cara memberikan kontribusi tertentu
dalam rangka mencapai tujuan-tujuan khusus. Pikiran dan data dilandasi oleh
keyakinan bahwa penilaian dapat dilaksanakan dalam dua modus, yakni teoretis-deduktif dan empiris-deduktif. Dalam rangka pembuatan
keputusan tentang alat atau cara dan tujuan dapat digunakan pikiran atau data,
dapat pula digunakan pikiran dan data sekaligus.
Nilai-nilai:
Nilai-nilai mengandung semua kegiatan: intelektual, profesional dan personal.
Nilai-nilai merupakan landasan dalam membuat keputusan dan dimanifestasikan di
dalam pernyataan-pernyataan. Nilai-nilai mendasari pengembangan kurikulum.
Misalnya pentingnya mengembangkan semua potensi siswa secara perseorangan,
menghargai orang lain tanpa membedakan kesukuan, warna kulit, agama dan
sebagainya. Nilai-nilai terdiri dari faset-faset kognitif dan afektif.
Keputusan:
Pengembangan kurikulum melibatkan sejumlah keputusan tentang tujuan dan alat.
Oleh karena itu, perlu pemahaman keseluruhan proses pembuatan keputusan di samping
penguasaan landasan teoretis dan empiris.
Akontrabilitas:
Rekomendasi ini dilandasi oleh gagasan bahwa pengembang dan pemakai kurikulum
harus mampu menjawab konsekuensi yang terjadi sebagai akibat produk yang dibuat
dan dipakai tersebut. Jika pembuat kurikulum mengatakan bahwa dialah yang
mengembangkannya, maka dia harus menyediakan data tentang keefektifan kurikulum
itu terhadap kelompok sasaran tertentu.
Signifikansi
(keberartian):
Penilaian terhadap kurikulum harus memiliki derajat signifikasi tertentu. Derajat
signifikasi ini dapat ditetapkan jika proses evaluasi bertitik tolak dari
ukuran (standar) tertentu. Kendatipun ada beberapa ahli yang kurang setuju
terhadap ukuran-ukuran itu, ternyata ukuran-ukuran tersebut dibutuhkan dan
harus dirumuskan secara khusus, dapat diamati dan terukur. Dalam hal ini dapat
digunakan ukuran utama (paling diharapkan), sangat diharapkan, dan diharapkan.
Keseluruhan
(komprehensif):
Keefektifan suatu kurikulum didasarkan atas dan ditentukan oleh banyak faktor.
Oleh karena itu, rekomendasi harus dirumuskan agar semua variabel dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam rangka pembuatan keputusan.
Kausasi:
Dalam suatu rekomendasi terkandung anggapan bahwa pengaruh yang terjadi
terhadap sesuatu adalah konsekuensi adanya transaksi antara individu-individu
dan kondisi-kondisi lingkungan.
Tingkah
laku:
Semua rekomendasi didasarkan atas dan berorientasi kepada perubahan tingkah
laku. Sekolah bertanggung jawab mengubah tingkah laku para siswanya, dan oleh
karenanya mereka mesti terlibat aktif dalam proses pendidikan. Tingkah laku itu
sendiri meliputi sesuatu yang tampak dan yang tidak tampak (misalnya kognitif
dan afektif).
Pengetahuan:
keputusan harus dilandasi oleh pengetahuan yang implisit ke dalam rekomendasi.
Kurikulum harus berdasarkan pengetahuan yang akurat yang mencakup semua faktor.
Perubahan pengetahuan akan menimbulkan perubahan pula pada sikap dan cara
berpikir di sekolah. Itu sebabnya, para pengembang kurikulum harus memahami dan
mengikuti dengan cermat perubahan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
E.
Bentuk-Bentuk
Pelaksanaan Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi ditinjau dari
sasaran yang hendak dicapai dapat dibedakan ke dalam empat macam, yaitu :
a. Evaluasi formatif.
Yakni evaluasi yang dilaksanakan setiap kali selesai pelaksanaan pengajaran
tertentu. Manfaat atau sasaran yang hendak dicapai adalah untuk menilai
keberhasilan proses belajar mengajar untuk bahan pelajaran tertentu.
b. Evaluasi sumatif. Evaluasi yang
dilaksanakan setiap akhir pengajaran pada suatu program atau sejumlah unit
pelajaran tertentu. Sasaran yang hendak dicapai adalah menilai keberhasilan
program belajar atau kurikulum berdasarkan pengalaman belajar diperoleh siswa.
c. Evaluasi diagnostik.
Evaluasi yang dilaksanakan sebagai sarana diagnose. Evaluasi ini bermanfaat
untuk meneliti atau mencari sebab kegagalan atau di mana letak kelemahan siswa
dalam mempelajari bahan pelajaran tertentu.
d. Evaluasi penempatan.
Bila kurikulum menuntut adanya pembedaan siswa berdasarkan kelompok, baik dalam
keberhasilan atau program yang dipilih. Menentukan penempatan siswa dapat
dilakukan berdasarkan hasil evaluasi.
Alat yang digunakan dalam evaluasi dapat
mencakup dua macam, yaitu :
a. Evaluasi
menggunakan tes baku (Standized
Test), yaitu alat yang sudah diketahui tingkat validitas, reliabilitas,
obyektivitas dan signifikansinya berdasarkan pada teknik-teknik tertentu.
b. Evaluasi
menggunakan tes tak baku atau tes
buatan guru (Non Standardized Test atau Teacher Made Test). Jenis alat ini
biasa digunakan dalam melakukan evaluasi di sekolah baik secara formatif maupun
sumatif, oleh sebab tidak adanya tes baku.
Untuk menentukan tingkat keberhasilan
berdasarkan hasil evaluasi dapat digunakan tiga macam acuan, yaitu :
a. Penilaian
Acuan Patokan atau Criterion Refference
Evaluation. Dalam penilaian semacam ini ditentukan terlebih dahulu patokan
keberhasilan. Nilai keberhasilan evaluasi didasarkan kepada patokan itu.
b. Penilaian
Acuan Norma atau Norm Refference Evaluation. Nilai keberhasilan ditentukan
berdasarkan norma keberhasilan kelompok.
c. Gabungan
acuan patokan dan norma.
BAB III
PENUTUP
Pada
pengembangan kurikulum, evaluasi pada kurikulum tersebut sangatlah dibutuhkan
untuk memperbaiki dan menambahkan aspek-aspek pada kurikulum. Setiap kurikulum
pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya baik disisi pendidik maupun disisi
peserta didik. Kelebihan yang ada pada suatu kurikulum dapat terus dipakai dan
dikembangkan, sedangakn kekurangan yang ada harus dirombak dan disesuaikan
dengan perkembangan zaman. Evaluasi tidak bertujuan untuk memberikan penilaian
yang negatif dan hanya bersifat mengoreksi saja, tetapi evaluasi juga
memberikan penilaian yang positif dan memberikan masukan-masukan yang membangun
untuk pengembangan kurikulum selanjutnya.
0 komentar:
Posting Komentar