A. DASAR TERBENTUKNYA TEORI SOSIO-KULTURAL
Ada 2 tokoh yang mendasari terbentuknya teori belajar sosio-kultural:
1.Piaget
Piaget berpendapat bahwa belajar ditentukan karena adanya karsa
individu artinya pengetahuan berasal dari individu. Siswa berinteraksi
dengan lingkungan sosial yaitu teman sebayanya dibanding orang-orang
yang lebih dewasa. Penentu utama terjadinya belajar adalah individu yang
bersangkutan (siswa) sedangkan lingkungan sosial menjadi faktor
sekunder.
Keaktifan siswa menjadi penentu utama dan jaminan kesuksesan belajar,
sedangkan penataan kondisi hanya sekedar memudahkan belajar.
Perkembangan kognitif merupakan proses genetik yang diikuti adaptasi
biologis dengan lingkungan sehingga terjadi ekuilibrasi. Untuk mencapai
ekuilibrasi dibutuhkan proses adaptasi (asimilasi dan akomodasi).
Pendekatan kognitif dalam belajar dan pembelajaran yang ditokohi oleh
Piaget yang kemudian berkembang dalam aliran kontruktivistik juga masih
dirasakan kelemahannya. Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang
dipandang dapat menimbulkan implikasi kotraproduktif dalam kegiatan
pembelajaran, karena lebih mencerminkan idiologi individualisme dan gaya
belajar sokratik yang lazim dikaitkan dengan budaya barat. pendekatan
ini kurang sesuai denga tuntutan revolusi-sosiokultural yang berkembang
akhir-akhir ini.
2.Vygotsky
Jalan pikiran seseorang dapat dimengerti dengan cara menelusuri
asal usul tindakan sadarnya dari interaksi sosial (aktivitas dan bahasa
yang digunakan) yang dilatari sejarah hidupnya. Peningkatan
fungsi-fungsi mental bukan berasal dari individu itu sendiri melainkan
berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya.
Kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai sosial budaya. Anak-anak memperoleh
berbagai pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi sehari-hari baik
lingkungan sekolah maupun keluarganya secara aktif. Perolehan
pengetahuan dan perkembangan kognitif sesuai dengan teori sosiogenesis
yaitu kesadaran berinteraksi dengan lingkungan dimensi sosial yang
bersifat primer dan demensi individual bersifat derivatif atau turunan
dan sekunder, sehingga teori belajar Vygotsky disebut dengan pendekatan
Co-Konstruktivisme artinya perkembangan kognitif seseorang disamping
ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh
lingkungan sosial yang aktif pula.
Menurut Vygotsky perkembangan kognisi seorang anak dapat terjadi melalui
kolaborasi antar anggota dari satu generasi keluarga dengan yang
lainnya. Perkembangan anak terjadi dalam budaya dan terus berkembang
sepanjang hidupnya dengan berkolaborasi dengan yang lain. Dari
perspektif ini para penganut aliran sosiokultural berpendapat bahwa
sangatlah tidak mungkin menilai seseorang tanpa mempertimbangkan
orang-orang penting di lingkungannya.
Banyak ahli psikologi perkembangan yang sepaham denga konsep yang
diajukan Vygotsky. Teorinya yang menjelaskan tentang potret perkembangan
manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan
sosial dan budaya. Ia menekankan bahwa proses-proses perkembangan mental
seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran
dengan orang–orang yang ada di lingkungan sosialnya. Selain itu ia juga
menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari
orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut.
B. KONSEP TEORI SOSIO-KULTURAL
Ada 3 konsep penting dalam teori sosiogenesis Vygotsky tentang
perkembangan kognitif sesuai dengan revolusi sosiokoltural dalam teori
belajar dan pembelajaran yaitu genetic law of development, zona of
proximal development dan mediasi.
a.Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)
Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan
berkembang melewati dua tataran, yaitu interpsikologis atau intermental
dan intrapsikologis atau intramental. Pandangan teori ini menempatkan
intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif
terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang.
Sedangkan fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan
yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap
proses-proses sosial tersebut.
b.Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
Vygotsky membagi perkembangan proksimal (zone of proximal development) ke dalam dua tingkat:
(1) Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan
seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai
masalah secara mandiri (intramental).
(2) Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten (intermental).
Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal. Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada dalam proses pematangan.
c.Mediasi
Menurut Vygotsky, semua perbuatan atau proses psikologis yang khas manusiawi dimediasikan dengan psychologis tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa, tanda dan lambang, atau semiotika.
Ada dua jenis mediasi, yaitu:
(1) Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan self- regulation yang meliputi: self planning, self monitoring, self checking, dan self evaluating. Mediasi metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi.
(2) Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).
(2) Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten (intermental).
Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal. Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada dalam proses pematangan.
c.Mediasi
Menurut Vygotsky, semua perbuatan atau proses psikologis yang khas manusiawi dimediasikan dengan psychologis tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa, tanda dan lambang, atau semiotika.
Ada dua jenis mediasi, yaitu:
(1) Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan self- regulation yang meliputi: self planning, self monitoring, self checking, dan self evaluating. Mediasi metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi.
(2) Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).
C. PENGARUH SOSIO-KULTURAL PADA PERKEMBANGAN KOGNISI
a.Pengaruh sosial pada perkembangan kognisi
Menurut Vygotsky, anak adalah seorang eksplorer yang mempunyai
rasa ingin tahu tinggi, sangat aktif dalam pembelajaran, selalu ingin
menemukan sendiri, dan mengembangkan pemahaman baru. Namun demikian
Vygostky lebih menekankan pada kontribusi sosial dalam proses
perkembangan dan tidak melihat peranan besar dalam penemuan sendiri.
Perkembangan pertama dalam lingkup sosial muncul dalam individu sebagai
kategori interpsikological dan kemudian pada anak sebagai kategori
intrapsikologikal. Contohnya adalah voluntary attention (perhatian
otomatis), logical memory (memori logis), pembentukan konsep, dan
perkembangan kemampuan memilih.
Vygostky berpendapat bahwa, pembelajaran pada anak terjadi melalui
interaksi sosial dengan tutor yang lebih berpengalaman, Tutor ini
menjadi model dalam berperilaku atau menyediakan instruksi verbal untuk
anak. Model inilah yang disebut dengan dialog kooperatif atau
kolaboratif. Anak mencari pemahaman perilaku atau instruksi dari tutor,
menginternalisasi informasi dan menggunakannya untuk memformulasikan
perilaku mereka.
b.Pengaruh Budaya pada perkembangan kognisi
Vygotsky berpendapat bahwa perkembangan harus dilihat dari
perspektif 4 tahap yang saling berhubungan dalam interaksi anak dengan
lingkungan:
1) Perkembangan Ontogenic, adalah perkembangan individu
sepanjang hayat, digunakan oleh hampir semua ahli psikologi dalam
menganalisa perkembangan manusia.
2) Perkembangan Microgenic, mengacu pada perubahan yang terjadi
pada waktu yang relatif singkat, misalnya perubahan yang dapat dilihat
pada saat anak memecahkan masalah penjumlahan pada setiap minggunya
selama 11 minggu (Siegler & Jenkins, 1989).
3) Perkembangan Phylogenic adalah perubahan yang berskala
evolusi, diukur dalam ribuan dan bahkan jutaan tahun. Vygostsky sendiri
berpendapat bahwa untuk pemahaman sejarah spesies dapat memberikan
masukan pada perkembangan anak.
4) Perkembangan Sociohistorical, mengacu pada perubahan yang terjadi pada budaya, kepercayaan, norma, dan teknologi.
Disini Vygotsky menekankan bagaimana seseorang berkembang dalam
lingkungan yang berubah. Dengan berfokus pada individu atau pun pada
lingkungan tidak cukup untuk menjelaskan mengenai perkembangan
seseorang. Untuk itu perkembangan sebaiknya dipelajari dari konteks
sosial dan budaya.
D. APLIKASI TEORI SOSIO-KULTURAL
Aplikasi teori sosio-kultural dalam pendidikan. Penerapan teori sosio-kultural dalam pendidikan dapat terjadi pada 3 jenis pendidikan yaitu:
a.Pendidikan informal (keluarga)
Pendidikan anak dimulai dari lingkungan keluarga, dimana anak
pertama kali melihat, memahami, mendapatkan pengetahuan, sikap dari
lingkungan keluarganya. Oleh karena itu perkembangan prilaku
masing-masing anak akan berbeda manakala berasal dari keluarga yang
berbeda, karena faktor yang mempengaruhi perkembangan anak dalam
keluarga beragam, misalnya: tingkat pendidikan orang tua, faktor ekonomi
keluarga, keharmonisan dalam keluarga dan sebagainya.
b.Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal yang berbasis budaya banyak bermunculan
untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku pada anak,
misalnya kursus membatik. Pendidikan ini diberikan untuk membekali anak
hal-hal tradisi yang berkembang di lingkungan sosial masyarakatnya.
c.Pendidikan formal
Aplikasi teori sosio-kultural pada pendidikan formal dapat dilihat dari beberapa segi antara lain:
1). Kurikulum.
Khususnya untuk pendidikan di Indonesia pemberlakuan kurikulum
pendidikan sesuai Peraturan Menteri nomor 24 tahun 2006 tentang
pelaksanaan KTSP, Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2006 tentang standar
kompetensi, dan Peraturan Menteri nomor 22 tahun 2006 tentang standar
kompetensi dan kompetensi dasar, jelas bahwa pendidikan di Indonesia
memberikan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap kepada anak untuk
mempelajari sosio-kultural masyarakat Indonesia maupun masyarakat
internasional melalui beberapa mata pelajaran yang telah ditetapkan, di
antaranya: pendidikan kewarganegaraan, pengetahuan sosial, muatan lokal,
kesenian, dan olah raga.
2). Siswa
Dalam pembelajaran KTSP anak mengalami pembelajaran secara langsung
ataupun melalui rekaman. Oleh sebab itu pengetahuan, ketrampilan, nilai
dan sikap bukan sesuatu yang verbal tetapi anak mengalami pembelajaran
secara langsung. Selain itu pembelajaran memberikan kebebasan anak untuk
berkembang sesuai bakat, minat, dan lingkungannya pencapaiannya sesuai
standar kompetensi yang telah ditetapkan.
3). Guru
Guru bukanlah narasumber segala-galanya, tetapi dalam pembelajaran lebih
berperanan sebagai fasilitator, mediator, motivator, evaluator,
desainer pembelajaran dan tutor. Masih banyak peran yang lain, oleh
karenanya dalam pembelajaran ini peran aktif siswa sangat diharapkan,
sedangkan guru membantu perilaku siswa yang belum muncul secara mandiri
dalam bentuk pengayaan, remedial pembelajaran.
E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI SOSIO-KULTURAL
Berdasarkan teori Vygotsky akan diperoleh beberapa keuntungan:
1.Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona
perkembangan proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang;
2.Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada tingkat perkembangan aktualnya;
3.Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk
mengembangkan kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramental;
4.Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan
pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan
prosedural yang dapat dilakukan untuk tugas-tugas atau pemecahan
masalah;
5.Proses belajar dan pembelajaran tidak bersifat transferal tetapi
lebih merupakan kokonstruksi, yaitu proses mengkonstruksi pengetahuan
atau makna baru secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di
dalamnya.
Kelemahan dari teori sosio-kultural yaitu terbatas pada perilaku yang
tampak, proses-proses belajar yang kurang tampak seperti pembentukan
konsep, belajar dari berbagai sumber belajar, pemecahan masalah dan
kemampuan berpikir sukar diamati secara langsung oleh karena itu
diteliti oleh para teoriwan perilaku.
0 komentar:
Posting Komentar