A.
Pengertian
Fenomenologi
Istilah
fenomenologi secara etimologis berasal dari kata fenomena dan logos.
Arti kata logos sudah
tidak perlu dijelaskan lagi, sebab sudah menjadi pengertian umum dan dikenal
dalam berbagai susunan. Sedangkan kata fenomena
berasal dari kata kerja Yunani “phainesthai” yang berarti
menampak, dan terbentuk dari akar kata fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya
sinar atau cahaya. Dari kata itu terbentuk kata kerja, tampak, terlihat karena
bercahaya. Dalam bahasa kita berarti cahaya. Secara harfiah fenomena diartikan
sebagai gejala atau sesuatu yang menampakkan.
B. Fenomenologi Husserl
1.
Biografi Edmund Husserl (1859 M -
1938 M).
Edmund
Husserl, salah satu arus pemikiran yang paling berpengaruh pada abad ke-20. Ia
mulai karirnya sebagai ahli matematika, kemudian pindah ke bidang filsafat.
Edmund Gustav Albrecht Husserl dilahirkan pada tanggal 8 April 1859 di
Prostějov, Moravia, Ceko. Ia adalah seorang filsuf Jerman yang dikenal sebagai
Bapak Fenomenologi. Karyanya meninggalkan orientasi yang murni positivis dalam
sains dan filsafat pada masanya, dan mengutamakan pengalaman subyektif sebagai
sumber dari semua pengetahuan kita tentang fenomena obyektif. Husserl adalah
murid Franz Brentano dan Carl Stumpf. Karya filsafatnya mempengaruhi
karya-karya yang muncul setelahnya, antara lain, Edith Stein (St. Teresa
Benedicta dari Salib), Eugen Fink, Max Scheler, Martin Heidegger, Jean-Paul Sartre,
Emmanuel Lévinas, Rudolf Carnap, Hermann Weyl, Maurice Merleau-Ponty, dan Roman
Ingarden. Pada tahun 1886 dia mempelajari psikologi dan banyak menulis tentang
fenomenologi. Tahun 1887 Husserl berpindah agama menjadi Kristen dan bergabung
dengan Gereja Lutheran. Ia mengajar filsafat di Halle sebagai seorang tutor
(Privatdozent) di tahun 1887, lalu di Göttingen sebagai profesor di tahun 1901,
dan di Freiburg im Breisgau dari tahun 1916 hingga ia pensiun pada tahun 1928.
Setelah itu, ia melanjutkan penelitiannya dan menulis dengan menggunakan
perpustakaan di Freiburg, hingga kemudian Ia dilarang menggunakan perpustakaan
tersebut oleh Rektor setempat - karena ia keturunan Yahudi - akibat pengaruh
dari bekas muridnya, yang juga anak emasnya, Martin Heidegger. Husserl
meninggal dunia di Freiburg pada tanggal 27 April 1938 dalam usia 79 tahun
akibat penyakit pneumoniavi.
2.
Isi Fenomenologi Husserl
Husserl
membedakan antara dunia yang dikenal dalam sains dan dunia di mana kita hidup.
Selanjutnya Ia juga mendiskusikan tentang kesadaran dan perhatian terhadap
dunia di mana kita hidup. Kita dapat menganggap sepi objek apapun tetapi kita
tidak dapat menganggap sepi kesadaran kita. Eksistensi kesadaran adalah
satu-satunya benda yang tidak dapat dianggap sepi. Pengkajian tentang dunia
yang kita hayati serta pengalaman kita yang langsung tentang dunia tersebut
adalah pusat perhatian fenomenologi. Pandangan Husserl tentang perhatian dan
intuisi telah memberikan pengaruh kuat terhadap filsafat, khususnya di Jerman
dan Perancis. Setelah tahun 1908 Fenomenologi Husserl menjadi “fenomenologi
Transendental”. Dia berpendapat dalam periode ini bahwa kesadaran bukan bagian
dari kenyataan, melainkan asal dari kenyataan. Husserl menolak kesadaran
bipolaritas (kesadaran dan alam, subyek dan obyek). Artinya kesadaran tidak
menemukan obyek-obyek. Obyek-obyek diciptakan oleh kesadaran. Dengan pendapat
ini, Husserl dekat dengan idealisme. Bagi ilmu-ilmu, kesadaran dan alam memang
tampak sebagai dua pola dalam kenyataan, namun harus dipasang dalam suatu
ideologi idealitas yang hanya masih menerima satu pola, yaitu kesadaran.
Husserl
mengajukan satu prosedur yang dinamakan epoche (penundaan semua asumsi tentang
kenyataan demi memunculkan esensi). Tanpa penundaan asumsi naturalisme dan
psikolgisme, Kita akan terjebak pada dikotomi (subyek-obyek yang menyesatkan
atau bertentangan satu sama lain).
Contohnya,
saat mengambil gelas, kita tidak memikirkan secara teoritis (tinggi, berat, dan
lebar) melainkan menghayatinya sebagai wadah penampung air untuk diminum. Ini
yang hilang dari pengalaman kita kalau kita menganut asumsi naturalisme. Dan
ini yang kembali dimunculkan oleh Husserl. Akar filosofis fenomenologi Husserl
ialah dari pemikiran gurunya, Franz Brentano. Dari Brentano-lah Husserl
mengambil konsep filsafat sebagai ilmu yang rigoris (sikap pikiran di mana
dalam pertentangan pendapat mengenai boleh tidaknya suatu tindakan atau
bersikeras mempertahankan pandangan yang sempit dan ketat). Sebagaimana juga
bahwa filsafat terdiri atas deskripsi dan bukan penjelasan kausal. Karena
baginya fenomenologi bukan hanya sebagai filsafat tetapi juga sebagai metode,
karena dalam fenomenologi kita memperoleh langkah-langkah dalam menuju suatu
fenomena yang murni.
Fakta bahwa
kesadaran selalu terarah kepada obyek-obyek disebut intensionalitas. Hasil dari
metode fenomenologi Husserl ialah perhatian baru untuk intensionalitas
kesadaran. Kesadaran tidak pernah pasif karena menyadari sesuatu berarti
mengubah sesuatu. Kesadaran itu bukan berarti suatu cermin atau foto. Kesadaran
itu suatu tindakan. Artinya terdapat interaksi antara tindakan kesadaran dengan
obyek kesadaran. Namun interaksi ini tidak boleh dianggap sebagai kerjasama
antara dua unsur yang sama penting. Karena akhirnya, hanya ada kesadaran, obyek
yang disadari itu hanyalah suatu ciptaan kesadaran.
0 komentar:
Posting Komentar