A.
Anak
Hiperaktif
1.
Pengertian Hiperaktif
Tin
Suharmini (2005:7) Istilah hiperaktif berasal dari dua kata, yaitu hyper dan activity. Hyper berarti banyak
di atas, tinggi. Activity berati
keadaan yang selalu bergerak, mengadakan eksplorasi serta respon terhadap
rangsang dari luar. Dengan demikian berdasarkan istilah hiperaktif berarti
aktivitas yang sangat tinggi atau sangat banyak. Istilah ini digunakan untuk
menggambarkan anak yang terus menerus bergerak seakan-akan tidak mengenal
akhir, atau tidak akan berhenti.
Hiperaktif atau yang dikenal dengan Attention
Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) atau Attention Deficit Disorder (ADD) menggambarkan anak-anak yang
menderita ketidakmampuan untuk ‘stop,
look, listen and think’
(Abikoff, 1987). Kelemahan tersebut
disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menggunakan strategi kognitif yang terorganisir sehingga sulit memusatkan dan
mempertahankan perhatian. Perilaku mereka tidak diatur melalui aturan yang
jelas.
2.
Karakteristik Anak
Hiperaktif
Menurut
Inu Wicaksono (2000) dalam buku Tin Suharmini (2005:17) karakteristik anak
hiperaktif adalah sering tangan dan kaki banyak gerak di tempat duduk, sering
meninggalkan tempat duduk sewaktu mengikuti pelajaran di kelas, sering
berlari-lari atau memanjat secara berlebihan, tidak dapat mengikuti aktivitas
dengan tenang atau santai, selalu bergerak terus seperti digerakkan oleh mesin
dan sering banyak bicara.
Tin
Suharmini (2005:17) penelitian yang dilakukan Tin Suharmini (2000) mengemukakan
karakteristik anak hiperaktif yaitu mengganggu situasi kelas, daya konsentrasi
rendah, impulsif, koordinasi motorik rendah, dan mudah beralih perhatian.
3.
Penyebab Hiperaktivitas
Tin
Suharmini (2005:37) sejumlah ahli
memperdebatkan tentang penyebab hiperaktivitas. Ada enam faktor yang
diperdebatkan sebagai penyebab hiperaktivitas. Enam faktor tersebut adalah
faktor neurologi (brain injured/luka
otak), Toxic reactious (keracunan,
keracunan ini dapat diperoleh manusia melalui udara yang sering dihirup oleh
manusia, makanan dan minuman yang dikonsumsi), kemudian kondisi prenatal
(kondisi kehamilan dan proses persalinan), faktor genetik, variasi biologis,
dan karena faktor lingkungan.
4.
Penanganan
Hiperaktivitas
Agar
perkembangan anak hiperaktif bisa kembali seperti anak normal atau setidaknya
bisa berkurang hiperaktifitasnya dan dapat berkomunikasi atau menjalankan
hubungan baik dengan orang-orang di sekitarnya makan anak hiperaktif perlu
mendapatkan pendidikan, pengasuhan dan penanganan secara khusus sejak dini,
untuk itu para pendidik (orang tua, guru dan orang dewasa lainnya) sangat
diperlukan dalam upaya penyembuhan anak hiperaktif. Walaupun dibutuhkan kesabaran,
energi, memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit, namun
dengan dilakukan secara intensif akan membantu penyembuhannya secara bertahap
hiperaktifitasnya akan berkurang.
B.
Media
Pembelajaran
1.
Pengertian Media Pembelajaran
Media merupakan perantara atau pengantar.
Menurut AECT/Association for Educational
Communication and Technology (1979) dalam buku Yusufhadi Miarso (2009:457)
mengartikan bahwa media sebagai segala bentuk dan saluran untuk proses
transmisi informasi.
Istilah pembelajaran digunakan untuk
menunjukkan usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja, dengan tujuan
yang di tetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta yang
pelaksanaannya terkendali.
Media Pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk
menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan
kemauan si belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang
disengaja, bertujuan, dan terkendali (Yusufhadi Miarso:2009:458)
Dari beberapa pengertian
media pembelajaran tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa media
adalah segala sesuatu
yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan
dari pengirim ke
penerima sehingga dapat
merangsang pikiran,
perasaan, perhatian dan
minat serta perhatian
siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar.
2.
Manfaat Media
Pembelajaran
Nana
Sudjana (2002:2) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata
komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak
bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap
jam pelajaran.
Yusufhadi
Miarso (2009:458) Media dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki
oleh para siswa. Pengalaman tiap-tiap siswa itu berbeda-beda. Kehidupan
keluarga dan masyarakat sangat menentukan pengalaman macam apa yang dimiliki
oleh siswa. Media dapat melampaui batas ruang kelas, banyak hal yang tak
mungkin untuk dialami secara langsung di dalam kelas oleh para siswa karena :
(1) Obyek terlalu besar misal candi, stasiun, dan lain-lain;dengan media kita
bisa menampilkannya ke hadapan siswa. (2) Beberapa objek, makhluk hidup dan
benda, yang terlalu kecil untuk diamati dengan mata telanjang, misalnya
bakteri, protozoam dan sebagainya, kaca pembesar sebagai salah satu bentuk
sarana pembelajaran dapat memperbesar dan memperjelas objek-objek tadi. (3) Gerakan-gerakan
yang terlalu lambat untuk diamati, misalnya proses pemekaran bunga, dapat
diikuti prosesnya dalam beberapa saat saja berkat media fotografi. (4)
Gerakan-gerakan yang terlalu cepat pun sulit ditangkap mata biasa, misalnya
kepakan sayap burung, kumbang dan lain-lain, dapat diamati berkat media. (5)
Adakalanya objek yang akan dipelajari terlalu kompleks. Media dalam bentuk
diagram atau model dapat digunakan untuk menyederhanakan objek yang
bersangkutan agar lebih gampang dimengerti. (6) Bunyi-bunyi yang amat halus
ataupun suara guru berceramah di hadapan ratusan siswa, yang tak mungkin
ditangkap dengan jelas oleh telinga biasa menjadi jelas didengar berkat media.
(7) Rintangan-rintangan untuk mempelajari musim, iklim, dan geografi secara
umum dapat diatasi, kehidupan ikan di dalam laut atau kehidupan singa di hutan
dapat dihidangkan ke depan kelas. Media memungkinkan adanya interaksi langsung
antara siswa dan lingkungannya, mereka tidak hanya diajak “membaca tentang”
atau “berbicara tentang” gejala-gejala fisik dan sosial, tetapi diajak
berkontak secara langsung dengannya. Media menghasilkan keseragaman pengamatan.
Persepsi yang dimiliki si A berbeda dengan si B bila si A hanya pernah
mendengar sedang si B pernah melihat sendiri bahkan pernah memegang, meraba,
dan merasakannya. Media memberikan pengalaman dan persepsi yang sama.
Pengamatan yang dilakukan oleh siswa bisa bersama-sama diarahkan ke hal-hal
penting yang dimaksudkan guru. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
Dengan menggunakan media pendidikan, horizon pengalaman anak semakin luas,
persepsi semakin tajam, konsep-konsep dengan sendirinya semakin lengkap.
Akibatnya keinginan dan minat untuk belajar selalu muncul. Media membangkitkan
motivasi dan merangsang untuk belajar. pemasangan gambar-gambar di papan
tempel, pemutaran film, mendengarkan rekaman, atau radio merupakan rangsangan
yang membangkitkan keinginan untuk belajar. Media memberikan kesempatan kepada
siswa untuk belajar mandiri, pada tempat dan waktu serta kecepatan yang
ditentukan sendiri.
Dari
beberapa manfaat media pembelajaran di atas dapat disimpulkan manfaat
penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar adalah bahwa media
pembelajaran dapat menunjang proses pembelajaran yang mampu mempertinggi
pemahaman dan hasil belajar yang dicapai, materi lebih jelas tidak bersifat
verbalistik, memberikan motivasi (siswa termotivasi untuk belajar), dan memberikan
pengalaman belajar yang lebih bermakna.
C.
Media
Visual
1.
Pengertian Media Visual
Media
Visual (Daryanto, 1993:27), artinya semua media yang digunakan dalam proses
belajar yang bisa dinikmati lewat panca indera mata.
Tampilnya
lambang-lambang visual untuk memperjelas lambang verbal memungkinkan para siswa
lebih mudah memahami makna pesan yang dibicarakan dalam proses pengajaran. Hal
ini disebabkan bahwa visualisasi mencoba menggambarkan hakikat suatu pesan
dalam bentuk yang menyerupai keadaan yang sebenarnya atau realisme. (Nana
Sudjana, 2002:8)
Media
visual memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar. media visual
dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula
menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi
pelajaran dengan dunia nyata. Agar menjadi efektif, visual sebaiknya
ditempatkan pada konteks yang bermakna dan siswa harus berinteraksi dengan
visual (gambar) itu untuk meyakinkan terjadinya proses informasi.
Dengan
demikian media visual dapat diartikan sebagai alat pembelajaran yang hanya bisa
dilihat untuk memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan akan isi materi
pelajaran. Pendidikan melalui media visual adalah metode atau cara untuk
memperoleh pengertian yang lebih baik daripada sesuatu yang hanya didengar atau
dibacanya.
2.
Fungsi Media Visual
Levie
& Lentz (1982) mengemukakan empat
fungsi media pembelajaran, khususnya media
visual, yaitu fungsi
atensi, fungsi efektif,
fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris.
Fungsi atensi media
visual merupakan inti,
yaitu menarik dan mengarahkan perhatian
siswa untuk berkonsentrasi kepada
isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang
ditampilkan atau teks materi pelajaran.
Fungsi
afektif media visual
dapat terlihat dari
tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang
bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi
dan sikap siswa, misalnya informasi
yang menyangkut masalah sosial atau ras.
Fungsi
kognitif media visual terlihat dari
temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa
lambang visual atau
gambar memperlancar pencapaian
untuk memahami dan mengingat
informasi atau pesan
yang terkandung dalam gambar.
Fungsi
kompensatoris media
pembelajaran terlihat dari
hasil penelitian bahwa media
visual yang memberikan konteks untuk memahami
teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan
informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.
3.
Penggunaan Media Visual
Selama
proses pembelajaran kita cenderung menggunakan indera penglihatan, kita memakai
mata kita untuk memperoleh informasi, pengetahuan, simbol, isyarat, atau hal
yang menarik perhatian kita, ini mempunyai arti yang penting dalam proses
belajar. Kemampuan penglihatan harus dijadikan bahan pertimbangan dalam
mengembangkan hasil yang telah kita peroleh dalam proses belajar mengajar.
Sharon
E. Smaldino dalam bukunya “Instructional
Technology and Media for Learning” (2007:51) menjelaskan bahwa penampilan visual
tidak boleh mengganggu, gambar dan tulisan yang diproyeksikan harus dapat
dibaca, untuk itu harus jelas dan terang. Visual tidak boleh
meragukan, artinya obyek-obyek
yang masih asing
atau belum dikenal hendaklah ditampilkan
sedini mungkin. Untuk
mendapatkan gambaran tentang ukuran dan
bentuknya, harus terlihat
perbandingannya dengan obyek
lain yang sudah dikenal.
Media
visual tidak boleh terlalu ramai dan kacau supaya informasi yang dimaksudkan
dapat tertangkap jelas oleh siswa. Media visual haruslah sesuai dengan
kenyataan dan dapat diterima, kalau mungkin gerakan gambar, grafis atau slide
yang asli untuk membuat master copy (duplikat
asli yang pertama
kali), gunakan yang
asli (master) untuk
membuat setiap turunan/kopi/duplikat untuk menjaga kualitas gambar.
4.
Pengembangan Media
Visual
Visualisasi
pesan, informasi, atau konsep yang ingin disampaikan kepada siswa dapat
dikembangkan dalam berbagai bentuk, seperti
foto, gambar/ilustrasi, sketsa/gambar
garis, grafik, bagan,
chart, dan gabungan
dari dua bentuk
atau lebih. Foto menghadirkan
ilustrasi melalui gambar
yang hampir menyamai kenyataan dari
sesuatu obyek atau
sesuatu.
Smaldino
(2007:60) menjelaskan bahwa dalam membuat media visual kita harus memperhatikan
elemen-elemen visual seperti arrangement
(penyusunan), balance (keseimbangan),
color (warna), legability (keterbacaan), dan appeal
(daya tarik) sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat dipahami dengan baik.
Sudjana
dan Rivai (2002:20) media visual yang baik hendaknya mengembangkan daya
imajinasi. Daya imajinasi dapat ditimbukan dengan menata dan menyusun
unsur-unsur visual dalam materi pembelajaran. Dalam merancang media
pembelajaran perlu memperhatikan beberapa patokan, antara lain kesederhanaan,
keterpaduan, penekanan, keseimbangan, garis, bentuk, tekstur, ruang dan warna.
Kesederhanaan,
dalam tata letak (lay out) media pembelajaran tampak pada gambar yang cukup
besar dan jelas rincian pokoknya. Lambang-lambang gambarnya harus diberi garis
yang cukup tebal karena ingin ditonjolkan pentingnya, tetapi rincian
penjelasannya cukup dengan garis-garis tipis saja. Dalam hal ini harus terlihat
jelas perbedaan antara latar depan dari latar belakang, unsur pokok yang ditonjolkan.
Tidak perlu hiasan-hiasan lain dibubuhkan kepadanya, sebab akan membingungkan
para pengamat (siswa). Perhatian siswa harus dipusatkan pada gagasan pokok atau
inti pelajaran. Pakailah kata-kata dengan huruf yang sederhana,
klaimat-kalimatnya ringkas tetapi padat dan mudah dipahami siswa.
Keterpaduan,
mengandung pengertian ada hubungan erat di antara berbagai unsur visual
sehingga secara keseluruhannya berfungsi padu. Hal itu dapat dicapai dengan
mempergunakan unsur-unsur yang saling tumpang tindih, penggunaan panah-panah
penunjuk arah dan unsur-unsur vital lain, misalnya garis, bentuk, tekstur,
warna, dan ruang.
Penekanan, memegang
peranan penting dalam penyajian media pembelajaran, walaupun penyajian visual
bersifat tunggal, dengan satu gagasan pokoknya, memiliki keterpaduan,
seringkali memerlukan penekanan pada hanya satu unsur saja yang justru
memerlukan titik perhatian dan minat siswa. dengan memanfaatkan ukuran,
hubungan, perspektif dan unsur-unsur visual seperti garis, bentuk, tekstur, warna,
dan ruang, dibubuhkan kepada satu unsur pokok tersebut cukup memadai.
Keseimbangan,
bentuk atau pola
yang dipilih sebaiknya
menempati ruang penayangan
yang memberikan persepsi
keseimbangan meskipun tidak
seluruhnya simetris tetapi memberikan
kesan dinamis dan
dapat menarik perhatian
disebut keseimbangan formal. Keseimbangan
seperti ini menampakkan
dua bayangan visual yang sama dan
sebangun.
Garis, digunakan untuk
menghubungkan unsur-unsur sehingga
dapat menuntun perhatian siswa untuk mempelajari suatu urutan-urutan
khusus.
Bentuk, perlku
diperhatikan dalam merancang media pengajaran suatu bentuk yang tidak lazim,
dapat memberikan perhatian secara khusus kepada media visual, maka media
pembelajaran semacam itu mampu menarik minat para siswa secara efektif. Bentuk
sebagai unsur visual diperlukan dalam sebuah pameran.
Ruang, ruang terbuka yang
mengelilingi undur-unsur visual dan kata-kata, akan menghindarkan kesan
berdesakan.
Tekstur, adalah unsur
visual yang dapat
menimbulkan kesan kasar
atau halus. Tekstur dapat
digunakan untuk penekanan
suatu unsur seperti
halnya warna.
Warna, Warna merupakan unsur
visual yang penting,
tetapi ia harus
digunakan dengan hati-hati untuk memperoleh dampak
yang baik. Warna digunakan
untuk memberi kesan pemisahan atau penekanan, atau untuk membangun
keterpaduan. Disamping itu, warna
dapat mempertinggi tingkat
realisme obyek atau
situasi yang digambarkan, menunjukkan
persamaan dan perbedaan,
dan menciptakan respons emosional
tertentu. Ada tiga hal penting
yang harus diperhatikan ketika menggunakan warna, yaitu (1) pemilihan warna
khusus (merah, biru, kuning, dan sebagainya),
(2) nilai warna
(tingkat ketebalan dan
ketipisan warna itu dibandingkan dengan
unsur lain dalam
visual tersebut), dan
(3) intensitas atau kekuatan warna itu untuk memberikan
dampak yang diinginkan.
5.
Bentuk Media Visual
(gambar)
Erianawati
(2005) ada berbagai bentuk media visual (gambar) yang dapat membantu proses
belajar mengajar terutama
anak hiperaktif yaitu
media gambar yang
meliputi gambar chart, gambar chart berseri (flipchart), foto, alat
permainan visual edukatif dan berbagai
media visual gambar
lainnya. Tujuan utama
penampilan berbagai jenis
media visual (gambar)
ini adalah untuk
memvisualisasikan konsep yang ingin disampaikan kepada siswa/anak.
D.
Pentingnya
Penggunaan Media Visual (Gambar) dalam Pembelajaran Anak Hiperaktif
1.
Pentingnya Media Visual
dalam Pembelajaran Anak Hiperaktif
Selama
proses pembelajaran kita cenderung menggunakan indera penglihatan, kita memakai
mata kita untuk memperoleh informasi, pengetahuan, simbol, isyarat, atau hal
yang menarik perhatian kita, ini mempunyai arti yang penting dalam proses
belajar. Kemampuan penglihatan harus dijadikan bahan pertimbangan dalam
mengembangkan hasil yang telah kita peroleh dalam proses belajar mengajar. Hal
ini juga berlaku untuk anak hiperaktif yang selalu menggunakan indera mata.
Berdasarkan
penelitian Erianawati (2005) diketahui bahwa metode yang digunakan
untuk anak hiperaktif adalah metode yang memberikan gambaran
konkrit tentang “sesuatu”,
sehingga anak dapat menangkap pesan,
informasi dan pengertian
tentang “sesuatu” tersebut. Media visual
itu sangat diperlukan karena disamping anak hiperaktif
ia juga kehilangan konsentrasi, dan biasanya juga diimbangi
dengan gangguan pemahaman
bahasa yang teramat
dalam, apa yang tidak diketahui oleh anak hiperaktif
divisualkan lewat gambar-gambar, dan
dengan gambar-gambar yang
berwarna, anak akan
jadi lebih tertarik
untuk melihat dan
memperhatikan apa yang
disampaikan, disamping itu
cara yang termudah untuk
menyampaikan kepada anak
supaya mengerti adalah
dengan menggunakan media visual (gambar). Hampir semua
mata pelajaran dalam
membelajarkan anak hiperaktif dengan menggunakan media visual
(gambar), terutama dalam mengenalkan suatu benda atau
hal lain dalam
membimbing anak untuk
melakukan sesuatu.
Untuk
itu sangat penting
dalam membelajarkan anak
hiperaktif dengan
menggunakan media visual
(gambar-gambar), karena dengan
gambar-gambar itu anak lebih mudah belajar memahami segala sesuatu.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pelaksanaan
Pembelajaran Anak Hiperaktif Dengan Menggunakan Media Visual
(Gambar)
Berdasarkan hasil
penelitian Erianawati (2005) di
Lembaga Terapi Anak
Al Tisma Kudus pelaksanaan pembelajaran
anak hiperaktif dilakukan
dikamar khusus bebas distraksi. Pembelajaran ini
dilaksanakan dengan menggunakan
sistem individual dimana pembelajarannya setiap
satu guru memegang satu murid atau dua guru memegang satu murid
dan ini berlaku bagi anak yang masih sangat
sulit untuk dikendalikan
(hiperaktif berat) dan bersifat
sementara sampai tingkat
kehiperaktifitasan anak sedikit berkurang. Dimana guru yang satu duduk berhadapan
dengan anak memberikan
materi pelajaran dan
guru yang satunya lagi
duduk dibelakang anak/memangku
anak dan memegangi anak sambil
mengarahkan.
Sedangkan
metode yang digunakan adalah perpaduan
dari metode yang
ada, dimana penerapannya disesuaikan kondisi
dan kemampuan anak
serta materi dari
pengajaran yang diberikan kepada
anak. Metode ini memberikan gambaran
konkrit tentang “sesuatu”, sehingga
anak dapat menangkap
pesan, informasi dan
pengertian tentang “sesuatu”
tersebut.
Hampir semua
mata pelajaran dalam
membelajarkan anak hiperaktif dengan menggunakan media visual
(gambar), terutama dalam mengenalkan suatu benda atau
hal lain dalam
membimbing anak untuk
melakukan sesuatu.
Sesuai dengan
kurikulum yang sudah
ada, pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar) mencakup:
1. Identifikasi
benda dan melabel (menyebutkan) gambar
Media yang digunakan
adalah foto dari berbagai benda, dan kartu gambar.
2. Mencocokkan
(Matching)
Media yang
digunakan adalah benda-benda
dan gambar yang identik,
kartu huruf, benda berwarna, kartu angka, dan berbagai bentuk.
3. Identifikasi
warna dan melabel warna
Media yang digunakan
adalah kertas warna dan benda-benda berwarna
4. Identifikasi
bentuk dan melabel bentuk
Media yang digunakan
adalah berbagai bentuk dan gambar
5. Identifikasi
huruf dan melabel huruf
Media yang digunakan
adalah kartu-kartu huruf
6. Identifikasi
angka dan melabel angka
Media yang digunakan
adalah kartu-kartu angka
7. Identifikasi
kata kerja, melabel kata kerja dan menirukan gambar
Media yang digunakan
adalah foto/gambar aktivitas orang
Apabila disaat
pelajaran berlangsung konsentrasi
anak mulai hilang dan anak
sulit untuk dikendalikan
maka guru biasanya akan
memegangi kedua tangan atau pipi
(sekitar kepala) anak itu, bila perlu kaki anak dijepit di antara paha guru atau tungkai guru/terapis
menjepit/merangkum kursi di belakang anak dan menatap dan menatap anak
itu dan mengatakan “… (nama
anak) lihat” dan mengatakan
“Tidak…”. Tindakan dan
kata-kata inilah yang
selalu diucapkan guru
untuk mencegah/melarang anak yang
berbuat sesuka hati
bahwa perbuatannya itu salah/tidak benar
dan untuk melarang/menyuruh diam
disaat anak mengoceh sendiri, bukannya
ditertawakan karena lucu,
sebab dengan ditertawakan
akan membuat anak itu merasa bangga karena merasa diperhatikan dan
merasa bahwa apa yang dilakukannya/diucapkannya itu
benar/baik. Sebaliknya apabila
anak sudah mulai mengerti
dengan maksud kita
dan berusaha memperbaiki
tindakannya yang salah baru kita katakan “ya”.
Berdasarkan hasil penelitian Eranawati (2005) cara
membelajarkan anak hiperaktif dikelas
adalah: Pertama guru mempersiapkan
perhatian anak dan
berusaha menenangkan mereka.
Dengan cara menatap mata anak
dan memegangi kedua tangannya dengan lembut,
kemudian diajak untuk
duduk diam. Hal
ini penting sekali untuk melatih anak disiplin dan
berkonsentrasi pada satu pekerjaan.
Setelah keadaan tenang
dan bisa duduk
lebih lama, guru
mulai pelajaran dengan
mengambil satu gambar dan meletakkan
di atas meja di depan anak,
kemudian guru memberi perintah/instruksi sesuai
dengan materi yang akan diajarkan. Dalam memberikan
perintah/instruksi ini guru menyampaikan dengan singkat, jelas dan
konsisten dan dengan
suara netral (cukup
keras, tegas dan
bukan membentak) agar anak mudah memahami.
Berbagai
macam cara yang digunakan guru dalam mengajar mata pelajaran mencocokkan (matching) adalah :
1. Guru meletakkan sebuah benda
dihadapan anak dan berbagai macam gambar
yang berbeda (max 5 gambar)
dan anak disuruh
mencocokkan/memilih gambar yang sesuai dengan benda.
2.
Guru meletakkan dua
kelompok gambar yang
mempunyai gambar berpasangan dan
anak disuruh mencocokkan/memasangkan gambar-gambar itu.
3.
Guru memegang satu
gambar dan meletakkan
beberapa gambar dihadapan anak lalu
anak disuruh memilih
gambar yang sesuai
dengan gambar yang dipegang guru.
Sedangkan dalam
pelajaran identifikasi warna
guru juga menggunakan tehnik insidental
(berkebetulan). Dengan cara
mengatur benda-benda yang berlainan warna, tetapi diluar jangkauan
anak. Jika anak meminta benda tersebut, maka guru akan menanyakan terlebih dahulu apa warna benda tersebut
sebelum memberikannya.
Dalam
identifikasi kata kerja, menirukan gambar/melakukan aktivitas guru biasanya
memulai dengan memerintahkan anak
untuk mengambil sesuatu yang ada
di sekitar/diruang kelas
kemudian anak diajarkan
pada hal-hal yang
lebih spesifik dan anak diperintahkan meniru guru (misalnya minum dari
gelas, makan dengan menggunakan sendok dan garpu, menggosok gigi, melepas
sepatu.
B.
Evaluasi
Pembelajaran Anak Hiperaktif Dengan Menggunakan Media Visual
(Gambar)
Untuk
mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan
adanya evaluasi (penilaian)..Menurut
Bloom (Handbook on Formative and
Sumative Evaluation of Student Learning) mengemukakan bahwa “Evaluasi adalah pengumpulan
bukti-bukti yang cukup
untuk kemudian dijadikan
dasar penetapan ada tidaknya
perubahan dan derajat
perubahan yang terjadi
pada diri siswa atau anak didik.”
Evaluasi pembelajaran anak hiperaktif
yang umum digunakan di tempat-tempat
terapi anak adalah evaluasi proses dan evaluasi bulanan.
Evaluasi
proses dilakukan seketika pada saat proses kegiatan berlangsung, dengan cara
meluruskan atau membetulkan perilaku
menyimpang pada saat
itu juga, dengan memberi reward (hadiah/pujian) untuk respons yang
benar. Evaluasi ini dicatat dalam
lembar penilaian, dengan
tujuan untuk mengetahui
sampai sejauh mana program yang dicapai anak.
Evaluasi bulanan
bertujuan untuk memberikan
laporan perkembangan atau permasalahan
yang ditemukan atau
dihadapi oleh pembimbing di sekolah atau orang tua di
rumah. Evaluasi bulanan ini
dilakukan dengan cara mendiskusikan
masalah dan perkembangan
anak antara guru
dan orang tua anak hiperaktif guna mendapatkan pemecahan masalah macam
apa yang tepat dan cocok untuk anak hiperaktif.
Hasil
evaluasi
pembelajaran dengan menggunakan
media visual (gambar) pada anak
hiperaktif adalah sebagai berikut:
1) Identifikasi Benda
Dalam pembelajaran
identifikasi benda dari
beberapa jenis gambar
yang diajarkan yaitu gambar
binatang, gambar buah-buahan,
alat transportasi.
Hanya
gambar binatang dan gambar sayuran saja yang masih membingungkan anak hal
ini dikarenakan adanya
kesamaan dalam gambar
dan anak masih belum
bisa membedakannya seperti
ayam jantan dan
ayam betina, yang
ia tahu adalah hanya
ayam saja sehingga
anak harus dibantu
(prompt setengah/sebagian/ringan). Begitu juga dengan gambar tomat
mungkin karena bentuk dan warnanya
hampir sama dengan gambar lain misal: jeruk sehingga anak masih bingung
membedakan dan ragu untuk menjawab.
1. Mencocokkan
(matching)
Dalam pembelajaran
mencocokkan (matching) baik
itu matching warna, matching huruf
besar, matching bentuk, matching binatang, matching buah-buahan dan matching sayuran anak tidak
mengalami kendala/hambatan karena pelajaran ini termasuk yang paling mudah
hanya saja anak dituntut untuk lebih teliti dalam memasangkan gambar.
2. Identifikasi
Warna
Dalam pembelajaran
identifikasi warna anak tidak
mengalami kendala/hambatan.
3. Identifikasi
Bentuk
Dalam pembelajaran
identifikasi bentuk (bintang), oval,
kotak, segitiga, wajik, lingkaran dan
trapesium) anak sering dibingungkan antara lingkaran dan oval karena bentuknya yang
hampir sama. Tetapi dengan prompt (arahan/bantuan) lama-lama anak menjadi tahu
dan memahami.
4. Identifikasi
Huruf
Dalam pembelajaran identifikasi huruf (A
sampai dengan Z) terutama huruf
besar anak menguasai materi dengan baik.
5. Identifikasi
angka
Dari pembelajaran
identifikasi angka 1-10, anak tidak mengalami kendala saat ditanya bahkan
ia cepat hafal
walaupun ditanya sampai
beberapa kali pertemuan dan
angkanya diacak, akan
tetapi ada angka
dimana anak mengalami kesulitan
menghafal, anak kadang-kadang
sudah mulai/sesekali bisa atau
anak sudah bisa tetapi dengan prompt setengah/sebagian/ringan yaitu angka 5 dan
8.
6. Identifikasi
Kata Kerja
Dalam pembelajaran
identifikasi kata kerja dengan satu kata seperti memasak, membaca, lari
dsb anak tidak
mengalami kendala/hambatan, akan
tetapi dalam pembelajaran identifikasi
kata kerja dengan
dua kata atau
lebih anak masih mengalami kesulitan
seperti main bola, meniup harmonika
dsb. Dan untuk anak yang
mempunyai gangguan speech
delayed (terlambat bicara) tidak jarang dia mengucapkan kata
dengan menghilangkan satu huruf entah itu didepan, ditengah,
atau dibelakang karena
kesulitan dalam berbicara
seperti kata biru menjadi bi u, putih menjadi uti, kotak menjadi otak
dsb.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan :
Mendapatkan
pendidikan dan pengajaran adalah hak semua orang yang juga tercantum dalam
tujuan negara Indonesia kita. Hal ini menunjukkan bahwa anak hiperaktif juga
harus mendapat pendidikan seperti halnya anak normal lainnya. Tetapi harus
dilakukan dengan cara yang sesuai agar pendidikan dapat tercapai dan juga
menjadi salah satu upaya penyembuhan, atau setidaknya dapat mengurangi
kehiperaktifannya. Penggunaan media visual anak dapat lebih tertarik dan lebih
mudah memahami segala sesuatu, guru juga lebih mudah menjalankan proses
pembelajaran, khususnya dalam pendidikan anak hiperaktif sehingga media visual
sangat diperlukan dan penting dalam setiap proses pendidikan.
Saran :
Teknolog pendidikan harus mampu membuat dan mengembangkan
media visual yang sesuai dengan setiap kebutuhan masyarakat, karena media
visual sangat diperlukan dalam proses pembelajaran. Menjadi kewajiban kita
bersama untuk membantu kemajuan pendidikan di Indonesia ini.
0 komentar:
Posting Komentar