- Konsep belajar menurut pandangan teori kognitif
Teori kognitif lebih mementingkan proses belajar
daripada hasil belajarnya. Proses belajar antara lain mencakup pengaturan
stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah
terbentuk. Menuruut teori ini belajar merupakan perubahan persepsi dan
pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.
Teori kognitf juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu yang saling
berhubungan dengan seluruh konteks situasi. Teori kognitif berpandangan bahwa
belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi,
pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain. Belajar merupakan aktifitas
yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar di sini
antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya
dengan struktur kognitif yang sudah terbentuk di dalam pikiran seseorang
berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
1. Teori Belajar Cognitive Developmental Dari Piaget
Dalam
teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari
fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog
developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi
serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut
Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang
sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif,
melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak
yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Jean Piaget
mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap :
1.
Tahap sensory – motor, yakni
perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini
diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
2.
Tahap pre – operational,
yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini
diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah
dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
3.
Tahap concrete – operational,
yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai
menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan
diri pada karakteristik perseptual pasif.
4.
Tahap formal – operational,
yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri
pokok tahap yang terahir ini adalahanak sudah mampu berpikir abstrak dan
logisdengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”.
Dalam
pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara
simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi
jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif
yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi
jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi
/ di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.
Dalam teori
perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi)
agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus
menjaga stabilitas mentalnya.Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah
keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan
pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang
berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi
2. Jerome Bruner Dengan Discovery
Learningnya
Bruner
menekankanbahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan,
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner
meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk,
yaitu:
a.
Pengetahuan enaktif adalah mempelajari sesuatu dengan memahaminya.
Anak-anak didik memanipulasi objek – melakukan pengatahuan tersebut daripada
hanya sangat mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali (‘melakukan’ kecakapan
tersebut), namun tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut
dalam kata-kata, bahkan ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran.
b. Pembelajaran
ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran; dalam
bentuk ini, anak-anak mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam
benak mereka. Anak-anak sangat mungkin mampu menciptakan gambaran tentang pohon
mangga dikebun dalam benak mereka, meskipun mereka masih kesulitan untuk
menjelaskan dalam kata-kata.
c. Pembelajaran
simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui
representasi pengalaman abstrak (seperti bahasa) yang sama sekali tidak
memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut. Sebagaimana namanya,
membutuhkan pengetahuan yang abstrak, dan karena simbolik pembelajaran yang
satu ini serupa dengan operasional formal dalam proses berpikir dalam teori
Piaget.
Jika
dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discoveri learningnya Bruner dapar
dikemukakan sebagai berikut:
1.
Belajar merupakan kecenderungan
dalam diri manusia, yaitu Self-curiousity (keingintahuan) untuk
mengadakan petualangan pengalaman.
2.
Belajar penemuan terjadi karena
sifat mental manusia mengubah struktur yang ada. Sifat mental tersebut selalu
mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.
3.
Kualitas belajar penemuan diwarnai
modus imperatif kesiapan dan kemampuan secara enaktif, ekonik, dan simbolik.
4.
Penerapan belajar penemuan hanya
merupakan garis besar tujuan instruksional sebagai arah informatif.
5.
Kreatifitas metaforik dan creative
conditioning yang bebas dan bertanggung jawab memungkinkan kemajuan.
3. Teori
Belajar Bermakna Ausubel.
Psikologi
pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum
belajar yang bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel. Menurut
Ausubel ada dua jenis belajar :
(1) Belajar
bermakna (meaningful learning)
Belajar
bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan
struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar.
(2) Belajar
menghafal (rote learning)
Belajar
menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan
oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.
Sebagai ahli
psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah,
dengan memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam
belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning). Kebermaknaan
diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip,
bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan
saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya
proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan
sendiri semuanya. Tetapi, bahaya kalau siswa yang kurang mahir dalam hal ini akan
banyak menebak dan mencoba-coba saja, tanpa menemukan sesuatu yang sungguh
berarti baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli dalam mengadakan
penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak ada; tetapi
jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada.
Ia juga
berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang
penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan
informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan
dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran
siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.
Belajar
dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh
Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai
dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik
itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang
dimilikinya.
Belajar
seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang
dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah
dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan :
a.
Materi yang secara potensial
bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan
tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu
peserta didik.
b.
Diberikan dalam situasi belajar yang
bermakna, faktor motivasional memegang peranan penting dalam hal
ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut
apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana
melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak
dipelajari secara hafalan.
Berdasarkan
uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses
belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan
pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2
hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan
yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh
motivasi.
Dengan
demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang
diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat
bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna
daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga
dengan ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi
penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.
- Konsep belajar menurut pandangan teori pemrosesan
informasi
Teori
belajar pemrosesan informasi merupakan teori belajar yang relatif baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Teori ini berkembang sejalan
dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori ini belajar
adalah mengolah informasi. Sekilas teori ini mirip dengan teori kognitif yaitu
lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil. Dalam teori pemrosesan
informasi, proses memang penting, namun yang lebih penting adalah sistem
informasi yang diproses itu yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah yang
akan menentukan proses. Bagaimana proses belajar siswa akan berlangsung, sangat
ditentukan oleh informasi yang dipelajari. Dalam teori pemrosesan informasi
tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi dan cocok
untuk semua siswa. Tokoh-tokoh teori
pemrosesan informasi :
a.
Menurut
Landa, ada dua macam proses berfikir, di antaranya :
1.
Proses
berpikir algoritmik
yaitu proses
berpikir sistematis, tahap demi tahap, linear, konvergen, lurus enuju kesatu
target tujuan tertentu.
Contoh: kegiatan menelepon, menjalankan mesin mobil, dan lain-lain.
Contoh: kegiatan menelepon, menjalankan mesin mobil, dan lain-lain.
2.
Cara
berpikir heoristik
yaitu
cara berpikir devergen, menuju beberapa target tujuan sekaligus. Memahami suatu
konsep yang mengandung arti ganda dan penafsiran biasanya menuntut seseorang
untuk menggunakan cara berpikir heuristik.
Contoh: Operasi pemilihan atribut geonetri, penemuan cara-cara pemecahan masalah, dan lan-lain.
Contoh: Operasi pemilihan atribut geonetri, penemuan cara-cara pemecahan masalah, dan lan-lain.
Proses
belajar akan berjalan dengan baik jika apa yang hendak dipelajari atau masalah
yang hendak dipecahkan diketahui ciri-cirinya. Suatu materi lebih tepat
disajikan dalam urutan teratur, linier, sekuensial. Materi lainnya lebih tepat
disajikan dalam bentuk terbuka dan memberi keleluasan kepada siswa untuk
berimajinasi dan berfikir.
b.
Menurut
Pask dan Scott, ada dua macam cara berpikir yaitu cara berpikir serialis dan cara berpikir
wholist atau menyeleruh.
Pendekatan
serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan dengan pendekatan algoritmik.
Sedangkan cara berpikir menyeluruh (wholist) adalah berpikir yang cenderung
melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi.
Siswa
tipe wholist atau menyeluruh cenderugn mempelajari sesuatu dari tahap yang
paling umum kemudian bergerak ke yang lebih khusus. Sedangkan siswa tipe
serialist cenderung berpikir secara algoritmik.
Teori
sibernetik sebagai teori belajar dikritik karena lebih menekankan pada sistem
informasi yang akan dipelajari, sedangkan bagaimana proses belajar berlangsung
dalam diri individu sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari
teori ini memandang manusia sebagai pengolahan informasi, pemikir, dan
pencipta. Sehingga diasumsikan manusia mampu mengolah, menyimpan, dan
mengorganisasikan informasi.
- PENERAPAN
TEORI KOGNITIF DAN TEORI PEMROSESAN INFORMASI DALAM DESAIN PESAN
PEMBELAJARAN
Hakekat
belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang
berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses
internal. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan
tujuan pembelajaran tidak lagi mekanistik sebagaimana pada teori behavioristik
namun dengan memperhitungkan kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif
dalam proses belajar agar belajar lebih bermakna bagi siswa.
Karakteristik dari proses belajar
ini adalah
a.
Belajar
merupakan proses pembentukan makna berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki melalui interaksi secara langsung
dengan obyek.
b.
Belajar
merupakan proses pengembangan pemahaman dengan membuat pemahaman baru.
c.
Agar
terjadi interaksi antara anak dan obyek pengetahuan, maka guru harus
menyesuaikan obyek dengan tingkat pengetahuan yang sudah dimiliki anak.
d.
Proses
belajar harus dihadirkan secara autentik dan alami. Anak dihadirkan dalam
situasi obyek sesungguhnya dan harus sesuai dengan perkembangan anak.
e.
Guru
mendorong dan menerima otonomi dan insiatif anak.
f.
Memberi
kegiatan yang menumbuhkan rasa keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk
mengekspresikan ide dan mengkomunikasikannya dengan orang lain.
g.
Guru
menyusun tugas dengan menggunakan terminologi kognitif yaitu meminta anak untuk
mengklasifikasi, menganalisa, memprediksi.
h.
Guru
memberikan kesempatan kepada anak untuk merespon proses pembelajaran.
i. Guru memberi kesempatan berpikir setelah memberi
pertanyaan.
dengan membacatulisan diatas sangat membantu saya memahami mata kuliah kognitif saya.trimaksih
BalasHapus